DENPASAR, KanalMuria – Ragam instalasi seni karya sejumlah seniman Bali dihadirkan di sejumlah titik di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali. Karya seni ini ditempatkan khususnya di area kedatangan terminal internasional jelang pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, yang akan berlangsung pada 15-16 November 2022.
Instalasi seni ini, banyak menceritakan tentang kehidupan masyarakat Bali akan menjadi suguhan menarik bagi para delegasi KTT G20 saat mereka tiba di Bali. Para delegasi diharapkan dapat mengenal lebih jauh tentang kehidupan masyarakat Bali yang kaya akan ragam budaya. Termasuk konsep Tri Hita Karana, yakni ajaran yang mengajarkan agar manusia mengupayakan hubungan yang harmonis dengan Tuhan, sesama manusia, serta alam lingkungan.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengapresiasi dihadirkannya ragam instalasi seni yang merupakan bagian dari program beautifikasi Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai oleh PT. Angkasa Pura 1.
“Kesiapan bandara merupakan hal yang sangat penting untuk memberikan kesan pertama bagi para delegasi sehingga mereka dapat merasakan keramahtamahan yang menjadi salah satu keunggulan Indonesia,” kata Menparekraf Sandiaga Uno dalam keterangannya, Minggu (6/11).
Instalasi seni ini juga menjadi etalase keragaman budaya yang dimiliki Indonesia dan menjadi sarana promosi yang efektif. Sehingga para delegasi yang merupakan para kepala negara, menteri, dan anggota delegasi lainnya bisa lebih jauh mengenal Indonesia.
“First impression menjadi satu hal yang penting. Presidensi G20 Indonesia akan menjadi etalase bagi ragam budaya yang dimiliki Indonesia,” kata Menparekraf Sandiaga.
Ragam instalasi seni yang dihadirkan tersebut antara lain adalah “Paradise Scape” karya I Wayan Upadana, seorang perupa multimedia asal Gianyar, Bali. Instalasi karya seni yang menggabungkan ragam media mulai dari resin, video, layar LED, dan kaca ini bermakna tentang simbol keindahan dan ketenangan yang harmonis.
Karya ini menyampaikan kemampuan sebagai manusia untuk merangkul lingkungan untuk menyambut dan berasimilasi dengan keunikan yang ditemukan pada orang lain, baik itu karakteristik perorangan atau budaya.
Hal ini tidak hanya ditampilkan lewat berbagai simbolisme budaya yang mewakili keragaman dan keluwesan dalam budaya Bali, tapi juga lewat pengguna media campuran serta apropriasi komposisi dan perspektif rupa gaya lukisan batuan dalam karya tiga dimensi.
Karya seni ini merupakan pengingat atas bakat kesenian dalam berkeseharian di mana manusia adalah perpaduan kepribadian batin sendiri dengan lingkungan luar.
Selanjutnya adalah “Wana Rupa Segara Gunung” karya Kadek Dwi Armika. Instalasi karya seniman kelahiran 1979 ini menghiasi dinding bagian atas salah satu sudut terminal kedatangan internasional Bandar Udara Internasional Ngurah Rai. Tidak jauh dari lokasi instalasi karya seni “Paradise Scape”.
“Wana Rupa Segara Gunung” merupakan gambaran sketsa ruang adat tradisi budaya lingkungan alam Bali yang terangkum dari alam bawah laut “segara”, tradisi budaya masyarakat pesisir sampai ke gunung, yang dijaga dalam hubungan baik, seimbang dan harmonis antara manusia dengan manusia/masyarakat. Juga antara manusia dengan alam dan lingkungan serta manusia dengan Tuhan.
Bahwa masyarakat Bali percaya sebuah siklus kehidupan dalam aktivitas dan fungsional masing-masing dari lahir, hidup dan mati merupakan rangkaian adat istiadat yang melekat di antara orang Bali (agama Hindu) yang dijaga di antara riak pariwisata.
Hal itu menjadi sebuah culture dan karakter yang diwarisi dan terjaga hingga sekarang. Begitu juga ketika mati, diantar dengan adat dan doa-doa menuju ke surga. Segara Gunung menjadi sebuah konsep yang melekat dan termodifikasi dalam dunia modern. Dengan aktivitas keseharian, yang secara sadar dilakoni hingga akhir hayat sebagai sebuah pengabdian sekala dan niskala.
Instalasi karya seni berikutnya adalah “Palemahan” yang merupakan instalasi karya seni dari seniman asal Gianyar, Raka Bernat. Menggunakan media kayu, rotan, bambu, dan daun lontar, “Palemahan” tersebar di tiga titik area kedatangan internasional Bandar Udara Internasional Ngurah Rai.
Mengambil inspirasi dari Tri Hita Karana, karya ini berpusat pada Palemahan sebagai aspek terpenting dalam kehidupan dengan membawa pengunjung untuk menjumpai pemetaan 3D yang mengungkapkan dunia laut (Segara), tanah (Pertiwi), dan langit (Akasa).
Melalui setiap segmen alam yang tertera, diceritakan kisah mitologi dari Barong Mina yang mencerminkan keajaiban abadi akan samudera yang luas, Bedawang Nala yang menyimbolkan unsur dasar dari bumi, dan Garuda yang menyediakan bimbingan dan perlindungan di atas langit.
Setiap cerita bertindak sebagai pengingat akan sifat tangguh dari dunia dan bagaimana dunia ini berkuasa untuk memelihara kehidupan dan makhluk-makhluk yang tinggal di dalamnya.
Selain karya-karya seni tersebut, juga ada instalasi karya seni dari Gus Ari berjudul “The Tree of Life” atau pohon kehidupan yang merupakan sebuah metafora umum yang melambangkan keterkaitan seluruh makhluk hidup dalam semesta ini. Metafora ini menjadi kerangka bagi pemikiran ekologis di mana seluruh wilayah, sistem, dan makhluk saling berhubungan dan tak terpisahkan.
Dengan menghargai ibu pertiwi dan bagaimana ia membentuk ekosistem yang mengelilingi manusia, pohon kehidupan juga merupakan paradigma yang provokatif untuk merenungkan kreativitas menyajikan ilmu pengetahuan kebijaksanaan leluhur, dan wawasan dalam diri seseorang. (ok/de)