Home » Komnas Perempuan Temukan Sebelas Titik Rentan Perempuan Pekerja Rumahan

JAKARTA, KanalMuria – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkap temuan sebelas titik rentan perempuan pekerja rumahan atau pekerja informal. Pada sebelas titik rentan itu, di antaranya hak dasar pekerja yang sudah tertuang dalam UU Ketenagakerjaan, namun tidak didapatkan pekerja perempuan.

“Temuan pertama, terjadi jam kerja yang panjang tanpa hak atas lembur,” jelas Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani dalam keterangan tertulis, Jumat (28/10).

Temuan kedua, Andy menyebut, pekerja rumahan sering kali digaji di bawah ketentuan upah minimum regional (UMR) yang ditetapkan pemerintah. Selanjutnya Komnas Perempuan juga menemukan pekerja rumahan tidak memiliki perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja.

Fakta di lapangan selanjutnya, pekerja perempuan juga tidak mendapat tunjangan kerja. “Keenam ketiadaan jaminan sosial. Ketujuh, ketiadaan perlindungan maternitas atau kesehatan reproduksi. Delapan, pekerja rumahan menanggung segala biaya risiko dan produksi,” terangnya.

Pada poin kesembilan, Andy mengatakan mereka juga tidak mendapat stabilitas dan jaminan pekerjaan. Lalu juga terjadi pelibatan anak akibat rantai pasok eksploitatif dan tidak dapat mengakses mekanisme perselisihan.

Sementara poin terakhir yang ditemukan Komnas Perempuan adalah, tidak dapat mengakses pengaduan pengawasan ketenagakerjaan dari pemerintah setempat. Berdasarkan kesebelas temuan tadi, Andy mengaku pihaknya mendukung lima perempuan pekerja rumahan yang melakukan permohonan pengujian UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Kemudian meminta agar Majelis Hakim MK mengabulkan permohonan para pemohon seluruhnya. “Atau paling tidak, menyatakan permohonan para pemohon dapat diterima,” kata Andy.

Permohonan uji UU Ketenagakerjaan ini disampaikan ke MK pada 21 Juli 2022 dengan nomor perkara 75/PUU-XX/2022. Kelima perempuan itu Muhayati, Een Sunarsih, Dewiyah, Kurniyah, dan Sumini. Pengajuan permohonan uji UU Ketenagakerjaan ini mereka lakukan karena berdasar UU tersebut, pekerja rumahan tidak ditempatkan semestinya pekerja pada perusahaan atau badan usaha.

Sementara itu, terdapat dua poin petitum yang mereka ajukan. Poin pertama, menyatakan pekerja yang dimaksud dalam UU Ketenagakerjaan termasuk pekerja rumahan karena memiliki hubungan antara pemberi kerja dengan pekerja yang memiliki unsur pekerjaan, upah dan perintah. Kedua, menyatakan Pasal 50 UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai dengan kalimat “Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pemberi kerja dan pekerja/buruh.” (iby/de)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *