JAKARTA, KanalMuria – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melaporkan terdapat tujuh pelanggaran HAM pada Tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10) lalu. Tujuh pelanggaran HAM adalah pelanggaran hak memperoleh keadilan, tindakan berlebihan, hak untuk hidup, hak kesehatan, hak atas rasa aman, hak anak, serta pelanggaran terhadap bisnis dan hak asasi manusia.
“Peristiwa tragedi kemanusiaan Kanjuruhan merupakan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi akibat tata kelola yang diselenggarakan dengan cara tidak menjalankan, menghormati, dan memastikan prinsip dan keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan sepak bola,” jelas Komisaris Komnas HAM, Chairul Anam dalam konferensi pers, Rabu (2/11)
Pernyataan tersebut adalah kesimpulan dari pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM terkait Tragedi Kanjuruhan. Komnas HAM meminta keterangan pihak terkait, membandingkan dokumen dan memeriksa 233 video.
Salah satu dari tujuh pelanggaran HAM yang terjadi adalah tindakan berlebihan atau excessive use of force. Tindakan berlebihan yang dimaksud yaitu penembakan gas air mata.
Jatuhnya ratusan korban disebut tidak akan terjadi jika aparat bersabar dengan tidak menembakkan gas air mata. “Sebelum tembakan gas air mata pertama itu sebenernya terkendali. Jadi, kalau aparat keamanan sabar saja 30 menit, itu tidak akan ada tragedi yang memilukan kita semua,” kata Anam
Fakta berbicara, aparat menembakkan setidaknya 45 gas air mata saat tragedi itu terjadi. Jumlah penembakan gas air mata oleh aparat inilah yang dianggap Komnas HAM berlebihan sehingga menyebabkan ratusan korban jiwa. “135 korban jiwa menunjukkan pelanggaran hak hidup yang besar,” tegasnya.
Anam menyatakan adanya pelanggaran hak atas keadilan. Hal ini berdasarkan adanya pihak-pihak bertanggung jawab dalam peristiwa kemanusiaan tersebut namun belum diproses secara hukum.
Dalam hal ini, dia secara spesifik menyebut setidaknya ada enam tersangka terkait Tragedi Kanjuruhan. Yaitu Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC, AH, Security Officer, SS, Kabag Operasi Polres Malang, WSS, Danki III Brimob Polda Jawa Timur, H, dan Kasat Samapta Polres Malang BSA
Pelanggaran berikutnya yang disoroti Komnas HAM yaitu pengabaian aspek keselamatan pada laga Arema FC vs Persebaya Surabaya. Dalam hal ini Komnas HAM mengatakan PT LIB sebagai penyelenggara Liga 1 dan pihak penyiar bersalah atas aspek tersebut.
“Kami simpulkan bahwa antara PT LIB sama broadcast tidak mempertimbangkan atau mengabaikan aspek keselamatan dan keamanan, lebih mempertimbangkan aspek komersialisasi karena di situ ada pembicaran soal sponsor dan sebagainya,” kata Anam.
Sementara itu, Komisaris Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menyatakan, Polres Malang sebelumnya sudah menyurati PT LIB dengan tembusan ke Ketua PSSI agar pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya digelar sore hari. Alasan perubahan jadwal ini karena pertandingan malam hari dinilai Polres Malang lebih berisiko.
Tapi pihak penyiar menolak dengan alasan akan merepotkan. Karena para sponsor akan mengeluh jika tidak digelar di jam prime time. “Sehingga meminta polres untuk dapat menyelenggarakan pertandingan pada malam hari dengan alasan agar PT LIB tidak dikenai denda oleh broadcast. Jadi kalau ada perubahan jadwal, PT LIB selalu beralasan nantinya akan dikenai denda oleh broadcast,” ungkap Beka
Beka juga mengatakan, Direktur Operasional PT LIB Sudjarno berkomunikasi dengan Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat agar pertandingan tetap digelar pada malam hari. “Kapolres akhirnya mau tidak mau menyiapkan pengamanan sehubungan tidak terjadinya perubahan jadwal pertandingan sesuai permintaan Kapolres Malang sebelumnya,” ujar Beka. (iby/de)