NUSA DUA, KanalMuria – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto, mengatakan luas area kebun kelapa sawit yang telah tersertifikasi Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) mencapai 3,6 juta hektar. Selain itu, dalam Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024, menjadi peta pemerintah dan pemangku kepentingan terkait, untuk menyeimbangkan pembangunan sosial ekonomi dan pelestarian lingkungan.
“Kelapa sawit berkontribusi dalam menopang pemulihan ekonomi. Tidak hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial dan lingkungan masyarakat dengan regulasi yang diterapkan secara efektif,” kata Menko Airlangga ketika membuka Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2022 secara virtual, Rabu (3/11).
Melansir dari ekon.go.id, Airlangga menjelaskan, industri minyak sawit global merupakan bagian integral dari ekonomi global dan berperan penting dalam perekonomian nasional. Karena itu, Indonesia sebagai negara eksportir Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia, terlibat aktif mendorong inisiatif global untuk menguatkan rantai pasok minyak nabati yang berkelanjutan.
Dia juga mengungkapkan, peluang meningkatkan dan memperluas substitusi bahan bakar fosil dan petrokimia di Kawasan ASEAN sangat potensial. Ini karena adanya CPOPC (CPO Producer Countries) yang terdiri dari Indonesia dan Malaysia.
Sebagai informasi, 40 persen dari produksi minyak nabati dunia berasal dari Indonesia. Komoditas kelapa sawit disebut jauh lebih unggul daripada komoditas pesaing minyak nabati lainnya. Hal ini dikarenakan kelapa sawit mempunyai produktivitas lebih tinggi dengan lahan yang lebih sedikit.
Meski diimpit dengan tantangan global, Airlangga menilai pemerintah melihatnya sebagai peluang. Dalam sektor energi, pemerintah berupaya menjaga daya beli masyarakat dengan ketersediaan energi tetap dengan harga yang terjangkau masyarakat.
Sementara di sektor pangan, pemerintah mendorong petani gurem untuk menanam kedelai, jagung dan sorgum sebagai tumpangsari selama tiga tahun program replanting kelapa sawit untuk menjaga cashflow. “Pemerintah juga memprioritaskan ketahanan pangan dengan pengembangan food estate dalam bentuk koperasi untuk memberikan akses bantuan, pembiayaan, dan fasilitas lain yang diberikan oleh Pemerintah bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara dan sektor swasta,” ujar Airlangga.
Selanjutnya, dia menyampaikan, negara-negara ASEAN-5 diproyeksikan tidak akan mengalami resesi, namun mendapat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Pertumbuhan tersebut disertai tingkat inflasi yang relatif moderat, berbeda dengan negara-negara lain di 2022-2023.
Dengan kondisi itu, Airlangga optimis dengan peningkatan konsumsi minyak sawit di kawasan itu. Baik sebagai oleofood maupun ekspansi domestik dan sebagai substitusi bahan bakar fosil maupun petrokimia yang semakin mahal secara global.
Dia mengatakan, kenaikan harga minyak mentah pada 2022-2024 menyebabkan produk turunan seperti petrokimia menjadi lebih mahal. “Oleh karena itu, upaya substitusi bahan bakar fosil dengan biodiesel sawit, green fuel lainnya. Dan petrokimia dengan oleokimia berbasis sawit merupakan strategi yang akan membuat industri sawit lebih layak di tengah krisis. Hingga tahun 2022, Indonesia masih menerapkan B30. Saat ini, Harga Indeks Pasar (HIP) Biodiesel lebih rendah daripada HIP Solar,” kata Menko Airlangga.
Untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak goreng karena kenaikan biaya produksi, Airlangga menjelaskan, strategi yang bisa digunakan adalah dengan mengganti sebagiannya dengan minyak goreng merah. Indonesia dengan prevalensi stunting tinggi yang menyentuh angka 7,4 juta anak di bawah 5 tahun sebesar 30 persen mengalami stunting, minyak goreng merah menjadi solusi pemenuhan kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
Minyak goreng merah sebagai minyak nabati jenis baru berbasis pengolahan alami, dinilai lebih bergizi. Selain itu, juga sekaligus mengembangkan usaha kelapa sawit rakyat skala menengah.
“Indonesia juga membutuhkan bisnis untuk merangkul triple bottom line yakni sosial, lingkungan, dan keuangan, termasuk melalui sektor perkebunan khususnya kelapa sawit. Mari para stakeholder bekerja sama dan berkomitmen untuk mencapai tujuan tersebut dan tangguh dalam melalui krisis global ini,” imbuh Airlangga. (iby/de)