JAKARTA, KanalMuria – Setidaknya ada delapan “dosa” PSSI terkait Tragedi Kanjuruhan yang merenggut nyawa ratusan orang. Salah satu poin yang disoroti Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), PSSI tidak mensosialisasikan secara memadai regulasi FIFA tentang penyelenggaraan pertandingan.
“Laporan sudah diterima (presiden). Sedangkan sumber-sumber perorangan masih mau dipakai, yang bukan menteri tentunya. Untuk memberikan sumbangan dalam rangka transformasi, tentu saja,” ujar Mahfud yang juga menjadi ketua TGIPF, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (14/10),”
Dari hasil investigasi TGIPF, dapat disimpulkan setidaknya ada delapan poin negatif PSSI atas tragedi kelam di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10) silam. Poin pertama, TGIPF menekankan PSSi tidak melakukan sosialisasi atau pelatihan yang memadai kepada panitia pelaksana (panpel) pertandingan, aparat keamanan dan suporter soal regulasi FIFA dan PSSI sendiri.
Tim yang dipimpin Mahfud MD ini juga menyoroti adanya pengurus atau pemilik klub yang masuk dalam struktur pimpinan PSSI (Executive Committee). TGIP menilai, itu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan di persepakbolaan Indonesia.
Lebih detailnya, di bawah ini adalah daftar kesimpulan TGIPF Tragedi Kanjuruhan untuk PSSI sebagai organisasi induk sepak bola Indonesia.
- Tidak melakukan sosialisasi/ pelatihan yang memadai tentang regulasi FIFA dan PSSI kepada penyelenggara pertandingan, baik kepada panitia pelaksana, aparat keamanan dan suporter.
- Tidak menyiapkan personel match commissioner yang memahami tentang tugas dan tanggungjawabnya, dan sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan, dalam mempersiapkan dan melaksanakan pertandingan sesuai dengan SOP yang berlaku.
- Tidak mempertimbangkan faktor risiko saat menyusun jadwal kolektif penyelenggaraan Liga 1.
- Adanya keengganan PSSI untuk bertanggung jawab terhadap berbagai insiden atau musibah dalam penyelenggaraan pertandingan yang tercermin di dalam regulasi PSSI (regulasi keselamatan dan keamanan PSSI 2021) yang membebaskan diri dari tanggung jawab dalam pelaksanaan pertandingan.
- Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Liga oleh PSSI.
- Adanya regulasi PSSI yang memiliki potensi conflict of interest di dalam struktur kepengurusan khususnya unsur pimpinan PSSI (Executive Committee) yang diperbolehkan berasal dari pengurus atau pemilik klub.
- Masih adanya praktik-praktik yang tidak memperhatikan faktor kesejahteraan bagi para petugas di lapangan.
Tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam pengendalian pertandingan sepakbola Liga Indonesia dan pembinaan klub sepakbola di Indonesia. (iby/de)