Home » Aturan Kemenag Menyebut Bersiul dan Menatap Bisa Dikategorikan Kekerasan Seksual
Aturan Kemenag Menyebut Bersiul dan Menatap Bisa Dikategorikan Kekerasan Seksual

Aturan Kemenag Menyebut Bersiul dan Menatap Bisa Dikategorikan Kekerasan Seksual (ISTIMEWA)

JAKARTA, KanalMuria – Kementerian Agama (Kemenag), menyebut ada 16 klasifikasi atau jenis kekerasan seksual. Anna Hasbie, juru bicara Kemenag, menjelaskan tindakan kekerasan seksual tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 73 tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan di bawah Kementerian Agama.

“Jenis kekerasan seksual termasuk menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, atau identitas gender korban,” jelas Anna dikutip dari laman resmi Kemenag.

Disebutkan, menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, atau siulan yang bernuansa seksual, termasuk bentuk kekerasan seksual. Anna mengatakan PMA tersebut sudah melalui proses diskusi panjang sebelum akhirnya terbit dan dan diundangkan, Kamis (6/10) lalu.

“Aturan ini berlaku bagi seluruh madrasah di setiap jenjang. Baik itu pesantren, satuan pendidikan mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, serta meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan,” katanya

PMA tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual ini terdiri atas tujuh bab dan 20 pasal mengenai kekerasan seksual. Menurut peraturan tersebut, bentuk kekerasan seksual mencakup perbuatan yang dilakukan verbal, nonfisik, fisik, atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Terkait pencegahan, PMA ini mengatur satuan pendidikan untuk melakukan sosialisasi, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, penyusunan SOP pencegahan, serta pengembangan jejaring komunikasi. Satuan pendidikan dapat berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, satuan pendidikan lain, masyarakat, dan orangtua peserta didik.

“Untuk penanganan, PMA ini mengatur tentang pelaporan, pelindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban,” tegas Anna.

Soal sanksi, Annya menjelaskan, PMA ini mengatur untuk pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan putusan pengadilan dengan kekuatan hukum tetap, akan diberikan sanksi pidana dan administrasi. Tindakan ini diharapkan bisa mencegah terjadinya kekerasan seksual lain kedepannya.

Dengan terbitnya PMA ini, sejumlah aturan teknis akan segera disusun oleh Kemenag. Aturan ini dapat berupa Keputusan Menteri Agama (KMA), pedoman, atau SOP. Ini dilakukan agar peraturan dapat segera diterapkan secara efektif.

Sementara itu, jenis-jenis kekerasan seksual ini tercantum dalam BAB 2 Bentuk Kekerasan Seksual pada pasal 5 ayat 1. Di dalam ayat itu dijelaskan bentuk kekerasan seksual mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, non fisik, fisik atau melalui teknologi informasi dan komunikasi kekerasan seksual meliputi:

  1. Penyampaian ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik kondisi tubuh atau identitas gender korban.
  2. Menyampaikan ucapan yang membuat rayuan, lelucon, siulan yang bernuansa seksual pada korban.
  3. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, mengancam, atau memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual.
  4. Menatap korban dengan nuansa seksual atau tidak nyaman.
  5. Mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi atau pada ruang yang bersifat pribadi. 6. Memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja.
  6. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban.
  7. Melakukan percobaan pemerkosaan.
  8. Melakukan pemerkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin.
  9. Mempraktikkan budaya yang bernuansa kekerasan seksual.
  10. Memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi.
  11. Membiarkan terjadinya kekerasan seksual.
  12. Memberikan hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual.
  13. Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio dan atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban.
  14. Mengambil, merekam, mengunggah, mengedarkan foto, rekaman audio dan atau visual korban yang bernuansa seksual.
  15. Melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan.

(iby/de)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *