BANTEN, KanalMuria – Penny K Lukito, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan, PT Yarindo Farmatama dan PT Afi Farma Pharmaceutical Industries (Afi Farma) mempunyai riwayat pelanggaran dalam memproduksi obat sirup. Rekam pelanggaran ini merupakan hasil pengawasan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan inspeksi.
“Untuk yang maturitasnya rendah, sering melakukan pelanggaran. Dan kebetulan PT Yarindo rekam jejaknya banyak sekali pelanggaran, demikian juga dengan yang lain termasuk PT Afi Farma,” jelas Penny dalam konferensi pers secara daring dari Banten, Senin (31/10).
Berdasarkan hal itu, dia menyimpulkan, quality control (QC) setiap industri farmasi berada pada maturitas tinggi atau rendah. Penny melanjutkan, pihaknya menemukan cemaran etilen glikol (EG) di tujuh produk sirup hingga drop produksi PT Afi Farma.
Sedangkan pada produk PT Yarindo, obat Flurin DMP Sirup, mengandung cemaran etilen glikol hampir 100 kali lebih tinggi dari ambang batas aman. Sebagai informasi, ambang batas cemaran EG adalah 0,1 miligram per mililiter, sementara Flurin DMP Sirup mencapai 48 miligram per liter.
PT Yarindo diketahui tidak melaporkan adanya perubahan formulasi obat kepada BPOM. “Apabila ada kondisi dimana mereka mengganti supplier atau formulasinya mau diganti, itu harus melapor ke BPOM agar mendapat izin. Karena itu termasuk dalam perubahan variasi minor dari satu variasi obat,” tegas Penny.
Selain itu, Penny menyebut industri farmasi harus memastikan bahan baku dari distributor sesuai standar farmasi (pharmaceutical grade). Bahan baku tersebut tidak boleh sekadar standar industri (industrial grade).
Terkait dua bahan beda standar tersebut, dia mengaku perbedaan harga keduanya sangat mencolok. Bahkan bahan industrial grade, Penny menyebut dapat digunakan sebagai pelarut cat.
“Lebih murah karena tidak harus melalui sistem purifikasi yang levelnya tinggi, sehingga (pharmaceutical grade) relatif lebih mahal. Itu kalau ada kejahatan bisa dilihat di sana,” ujarnya.
Namun sebagai pengingat, kasus Acute Kidney Injuri (AKI) atau kasus gagal ginjal akut pada anak yang merebak sejak Agustus 2022 disebabkan cemaran EG yang melebihi ambang batas. Sampai saat ini, korban meninggal mencapai 157 orang. (iby/de)