
Pati – Drama persidangan kasus investasi ayam dengan terdakwa Anifah kembali memanas di Pengadilan Negeri Pati, Rabu (20/8/2025). Lima saksi dihadirkan, termasuk dua notaris, Karina dan Febya Chairun Nisa. Fakta-fakta yang muncul di ruang sidang justru semakin menegaskan bahwa perkara ini seharusnya masuk ranah perdata, bukan pidana.
Kuasa hukum terdakwa, Darsono, tanpa tedeng aling-aling menohok dakwaan ini. Ia menegaskan tuduhan penipuan tidak bisa dibenarkan. “Penipuan itu ada niat jahat sejak awal. Dalam kasus ini, tidak ada niat seperti itu. Laporan baru muncul setelah pihak pelapor merasa rugi. Artinya ini murni wanprestasi kontrak,” ucapnya lantang.
Darsono bahkan menilai upaya jaksa mengorek kwitansi lama sudah tidak ada relevansinya karena dokumen itu telah diganti dengan adendum di hadapan notaris kedua. “Kalau sudah disepakati semua pihak, kenapa diputar balik bahas kwitansi lama? Itu jelas mengaburkan fakta sebenarnya,” tegasnya.
Ia juga menyoroti posisi pelapor, Nurwiyanti, yang sebelumnya justru menyetujui bahwa kontrak awal dinyatakan selesai, lalu diperbarui melalui notaris Febya. “Kalau memang sepakat dan tanpa paksaan membuat adendum baru, lalu kenapa sekarang dilaporkan penipuan? Padahal kontrak belum selesai berjalan. Logika hukum di mana ini?” sindir Darsono tajam.
Kesaksian dua notaris semakin mempertegas kejanggalan dakwaan. Karina menegaskan tidak pernah menyaksikan penyerahan uang, semuanya hanya berdasarkan kepercayaan. Sementara Febya menjelaskan akta dibuat atas permintaan para pihak, dengan catatan jaminan tidak bisa dieksekusi, kemudian kedua belah pihak menyetujui hanya digunakan sebatas pegangan.
Sidang yang penuh ketegangan itu akhirnya ditunda dan akan dilanjutkan pada Senin, 25 Agustus 2025. Namun satu hal sudah jelas: kasus sederhana soal wanprestasi kontrak kini dipaksa bergulir sebagai penipuan. Sebuah langkah yang dipandang kuasa hukum sebagai bentuk pemelintiran hukum yang berbahaya.
(Asc)