
Selama 2023 Terjadi 142 Kasus, DP3A Kota Semarang Berupaya Tekan Kasus KDRT (Foto: Dok Pemkot Semarang)
KOTA-SEMARANG, KanalMuria – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang mengupayakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bisa ditekan.
Kepala DP3A Kota Semarang, Ulfi Imran Basuki menyebutkan, ada 156 kasus KDRT pada 2021. Kemudian, jumlah itu naik menjadi 228 kasus pada 2022. Sedangkan, pada 2023 hingga kini sudah ada 142 kasus.
“Dari 2021 ke 2022 ada kenaikan 40 persen. Secara persentase tinggi. Kita anggap kenaikan itu tinggi. Kami harap angka tidak melebihi kasus di 2022,” ujar Ulfi, Rabu (30/08).
Dia menyebut, ada lima prioritas presiden, terimasuk penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ada berbagai faktor pemicu, di antaranya faktor ekonomi. Maka, Pemkot Semarang mendorong para ibu mempunyai keahlian kewirausahaan. Dengan keahlian ini, akan ada pendapatan yang membantu ketahanan keluarga.
“Ibu Wali Kota fokus bagaimana ibu-ibu punya kemandirian ekonomi dalam rangka mencegah KDRT,” ungkapnya, dikutip dari semarangkota.go.id.
Di samping faktor ekonomi, lanjut Ulfi, ada pencegahan pernikahan anak. Pernikahan anak ini juga menjadi faktor pemicu KDRT. Pernikahan anak merupakan pernikahan di usia 18 tahun ke bawah.
Dalam undang-undang perkawinan, usia 19 tahun sudah diperbolehkan menikah. Artinya, usia 19 tahun sudah dianggap dewasa dan berhak menikah. “Dari sisi kami, pemicu KDRT tetap ke ekonomi, perjudian, minuman keras. Itu secara holistik bagaimana memerangi itu untuk mencegah KDRT,” tandasnya.
Dia mengimbau kepada masyarakat untuk melapor jika mengalami KDRT. Pihaknya tentu melakukan pendampingan melalui rumah duta revolusi mental maupun UPTD dengan mengadirkan psikolog, lawyer, hingga layanan medis.
“Jika butuh lawyer kami ada. Layanan medis ada jika butuh visum atau luka fisik. Kami kerjasama dengan RS. Anggaran dari pemerintah,” jelasnya.
Untuk rehabilitasi, DP3A juga memikiki rumah singgah. Tidak hanya tingkat kota, Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak (JPPA) yang merupakan organisasi berbasis masyarakat juga memikiki rumah singgah.
“Itu inisiatif dari organisasi masyarakat di beberapa kelurahan. Tujuh kelurahan punya rumah singgah,” sebutnya. (tra/de)