Home » Pertarungan Argumen di PN Pati: Kuasa Hukum Terdakwa Tegaskan Sengketa Perdata, Pihak Korban Tetap Yakini Unsur Pidana
IMG_20251002_081251

Pati, 1 Oktober 2025 – Sidang perkara dugaan penipuan senilai Rp3,1 miliar kembali digelar di Pengadilan Negeri Pati pada Rabu (1/10/2025). Dalam sidang tersebut, terdakwa Anifah dengan tegas menyatakan menolak seluruh dakwaan yang dialamatkan kepadanya. Ia menegaskan tidak pernah melakukan penipuan maupun penggelapan, meskipun mengaku khilaf dalam menjaga amanah yang diberikan oleh Wiwit, sang investor.

“Apakah dakwaan ini anda selaku terdakwa menerima?”, tanya salah satu majelis hakim.
Dengan tegas Anifah menjawab, “tidak yang mulia,” ucap Anifah.

Hakim ketua lalu bertanya kembali, “Apakah dengan kejadian ini, kamu menyesal?”
Anifah pun menjawab penuh rasa penyesalan. “Saya menyesal yang mulia, saya sangat menyesal karena kurang bisa menjaga amanah yang diberikan kepada saya. Tapi sampai detik ini, saya tetap berusaha menjaga tanggung jawab saya terhadap investor. Bahkan ketika korban meminta saya bertemu dengan notaris, saya siap untuk menyetujui dan menandatanganinya. Saya tidak pernah berniat mengingkari kesepakatan,” ucapnya.

Kuasa hukum Anifah, Darsono, menilai perkara tersebut lebih tepat dikategorikan sengketa perdata. Ia mempertanyakan kepada seluruh peserta sidang,
“Dasar sidang ini berdasarkan nota dan kwitansi atau berdasar akta notaris yang sah?”, ucap Darsono.

“Kalau berdasarkan kwitansi, jelas bukan terdakwa yang mengeluarkan. Klien kami membayar sesuai kwitansi yang ada, bahkan volume dan jumlahnya juga sesuai. Sementara di akta notaris tidak ada klausul persentase bagi hasil, sehingga yang seharusnya ditanyakan adalah: uang yang sudah disetorkan itu dihitung sebagai apa, bagi hasil atau cicilan pokok investasi?” lanjut Darsono.

Lebih jauh, ia menyebut jaminan berupa sertifikat tanah yang diberikan Anifah sudah cukup menutup nilai investasi. Bahkan aset yang kurang potensial pun telah diganti agar lebih bermanfaat bagi investor. “Kalau sudah ada bagi hasil dan atau ada cicilan, ada jaminan, dan ada pertanggungjawaban, lalu di mana letak penipuannya? Di mana penggelapannya?” tambahnya dengan tegas.

Darsono juga menyinggung keterangan saksi-saksi sebelumnya, yakni Herdedi Wibowo (HW) dan Saryono alias UC, yang menurutnya justru menguatkan posisi kliennya. Dari fakta persidangan, ia menyebut investor Wiwit sebenarnya mengetahui alur penggunaan dana yang ditanamkan dan bahkan sempat menerima hasil kerja sama.

Namun, pandangan itu segera dipatahkan oleh kuasa hukum korban, Teguh Hartono. Ia menilai fakta sidang menunjukkan hal berbeda. Menurut Teguh, uang Rp1,8 miliar yang diberikan Wiwit untuk investasi ayam justru dipinjamkan kepada pihak lain bernama Puput dengan bunga lebih tinggi. “HW sebenarnya tidak mengetahui secara detail perkara ini. Justru keterangan HW telah dimentahkan oleh saksi berikutnya, Saryono alias UC. Fakta persidangan jelas menunjukkan bahwa ada tipu muslihat sejak awal. Perjanjian yang diawali dengan tipu muslihat adalah perjanjian yang masuk ranah pidana,” jelas Teguh di PN Pati.

Lebih lanjut, ia mengutip pandangan ahli hukum pidana UGM yang menekankan bahwa perkara pidana harus lebih dahulu diproses sebelum perdata. “Kami menghargai pandangan kuasa hukum terdakwa yang menyebut ini sengketa perdata. Namun, dari bukti dan fakta yang ada, perkara ini jelas-jelas murni pidana,” pungkasnya.

Sidang yang berlangsung panas dengan adu argumentasi ini belum menghasilkan putusan. Majelis hakim akan melanjutkan persidangan pada Senin, 6 Oktober 2025, dengan harapan mampu menilai secara cermat apakah perkara tersebut murni pidana atau sekadar persoalan perdata.

/Red.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *