IMG-20231116-WA0036

“Saya dibesarkan oleh bahasa Indonesia yang pintar dan lucu. Walau kadang rumit dan membingungkan. Ia mengajari saya cara mengarang ilmu,dst,” Joko Pinurbo.

Sepintas penggalan puisi dari Joko Pinurbo. Puisi tentu tidak asing lagi bagi kalangan muda. Terkadang puisi hanya bertemakan romantikan atau hal-hal yang bersangkutan dengan kesedihan. Ternyata, dunia puisi sangat luas dan tidak terbatas. Ada salah seorang motivator yang sempat bertutur mengenai kepenulisan puisi (yang tidak saya sebut namanya), saya pun tergaget-kaget mendengarkan ungkapan tersebut. Ungkapan tersebut kurang lebihnya begini “Menulis itu mudah, apalagi menulis puisi”. Tutur salah seorang motivator dalam acara kiat-kiat menulis puisi.

Bercermin pada penggalan puisinya Joko Pinurbo, penyair yang hidup di Jogja. Bahwa puisi memang sederhana, tetapi jika dituliskan tanpa adanya pergulatan, perenungan, puisi akan hampa atau tidak ada artinya bisa juga tidak terstruktur. Untuk menulis puisi yang benar-benar berkelas membutuhkan waktu yang panjang tidak bisa satu atau dua tahun jadi penyair yang sungguh-sungguh penyair. Memang waktu yang akan menentukan, kita hanya bisa berusaha, berusaha dan berusaha serta berdoa.

Kembali pada kalimat “Menulis itu mudah, apalagi menulis puisi”. Memang menulis itu mudah. Pada dasarnya kita sendiri sudah belajar menulis sejak Sekolah Dasar atau malahan dari taman kanak-kanak. Saya yakin betul semua orang pasti bisa menulis. Tetapi yang kita bicara tidak menulis asal-asalan. Artinya untuk menulis harus menjadi pembaca yang baik. Dan belum tentu seorang pembaca bisa menulis. Artinya kemampuan menulis harus tetap diasah betul-betul, hingga akhirnya jadi tulisan yang memiliki kekuatan tersendiri.

Kadang kita terlena dengan kalimat “Menulis itu mudah”. Tetapi tidak masalah, kalimat tersebut sangat baik untuk menyemangati anak-anak muda yang terjun ke dunia kepenulisan. Saya sendiri merasakan bahwa menulis bukan semudah yang dikatakan oleh orang-orang.

Kita harus bergelut ke dalam dunia baca dan menyelami bagaimana penyair menuliskan sebuah puisi. Tentu yang perlu di laksanakan ialah Action untuk menulis, menulis dan menulis. Mencoba, mencoba dan terus mencoba.

“Menulis juga tidak sulit tetapi rumit dan tidak rumit apabila dilakukan”.
Salah satu penggalan dini hari atas obrolan tadi siang sekitar pukul 13.20. Saya mendengarkan dan menelaah pelan-pelan apa arti kalimat tersebut.

Ya, ada benarnya juga bahwa menulis tidak sulit. Yang diperlukan dari dunia kepenulisan yaitu menulis itu sendiri. Sejelek apapun tulisan jikalau sudah jadi akan terlihat betapa kosongnya tulisan itu dan sebagus-bagusnya tulisan tidak terlepas dari proses kreatif yang lama yaitu membaca lalu menuliskan.

Sekitar pukul 13.20 kita hanya mengobrol santai di temani secangkir kopi dan roti selai. Kita hanya mengobrolkan dunia kepenulisan puisi. Ujung-ujungnya merambat ke dalam kepenulisan Cerpen, Esai dan Opini. Berbincang dunia kreatif tidak akan ada selesainya dan tak berujung. Tetapi kita tidak menjurus ke obrolan Cerpen, Esai dan Opini secara luas, hanya sekedarnya saja. Kembali lagi, yang perlu dirawat ialah akal pikiran untuk menciptakan tulisan-tulisan yang bagus.

Kembali ke masa dahulu, masa-masa kita belum lahir. Ada nama seorang penyair besar sebut saja Chairil Anwar. Penyair dengan sebutan Binatang Jalang. Penyair yang kelahiran Minangkabau. Penyair angkatan 45. Chairil Anwar sangat piawai dalam menuliskan puisi-puisinya.

Contohnya puisi yang berjudul “AKU”. Kalau sampai waktuku // Ku mau tak seorang kan merayu // Tidak juga kau // Tak perlu sedu sedan itu // Aku ini binatang jalang // Dari kumpulannya terbuang // Biar peluru menembus kulitku // Aku tetap meradang menerjang // Luka dan bisa kubawa berlari // Berlari Hingga hilang pedih peri // Dan aku akan lebih tidak peduli // Aku mau hidup seribu tahun lagi. Puisi tersebut membutuhkan pergulatan untuk menuliskan, bagaimana seorang Chairil menuliskannya dengan lantang.

Sekali lagi, menulis tidak semudah yang di bayangkan, jangan membayangkan saja “Lakukanlah” engkau akan merasakan sendiri atas pergulatan dalam proses menciptakan tulisan yang memiliki daya hidup. Kalau hanya bilang menulis itu mudah ‘ya memang mudah’ kalau sekedar berbicara. “Lidah pun tidak bertulang”.

Penulis; Ilham Wiji Pradana, lahir dan berkarya di Pati.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *