
Menkes Budi Pantau Langsung Penanganan Stunting di Daerah (Foto: Dok Stunting)
KUDUS, KanalMuria – Menteri Kesehatan Budi G Sadikin melakukan kunjungan singkat ke beberapa titik di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah pada Jumat (2/12). Kunjungan ini untuk memantau langsung penanganan stunting di daerah.
Kunjungan ini, sebagai tindak lanjut, telah ditetapkannya 12 provinsi yang perlu difokuskan untuk percepatan penurunan stunting. Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, Indonesia harus melakukan akselerasi penanganan stunting menjadi 14 persen pada akhir tahun 2024.
Tujuh provinsi yang memiliki prevalensi stunting tertinggi, yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatera Barat, Aceh, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara. Serta lima provinsi dengan jumlah kasus terbesar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Banten
Dalam kunjungannya ke Posyandu di kantor Desa Glagahwaru, Kecamatan Undaan, Menkes melihat langsung pelayanan kesehatan sekaligus berdialog dengan para kader mengenai penanganan stunting di sana.
Kemudian dilakukan pula kunjungan rumah (home visit) kepada 2 orang anak penderita stunting yang berdomisili di sekitar lokasi untuk melihat langsung kondisi balita tersebut. Kemudian Menkes berbincang dengan pihak keluarga, serta memberikan paket bantuan untuk pemenuhan gizi sang anak.
Titik kunjungan berikutnya berada di Puskesmas Undaan, dimana selain meninjau proses dan progress penanganan stunting, Menkes juga melihat sarana alat-alat di laboratorium untuk screening penanganan penyakit lainnya. Seperti diabetes dan TBC.
Kemudian di titik kunjungan terakhir RSUD dr Loekmono Hadi, Kudus. Di rumah sakit ini, Menkes melihat rencana pengembangan RS serta berdiskusi mengenai alur penanganan dan pembiayaan anak-anak stunting yang dirujuk dari puskesmas ke RS.
Stunting hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Upaya penanggulangan terus dilakukan untuk mencapai target 14 persen pada akhir 2024.
Secara nasional prevalensi stunting mengalami penurunan, dari 27.67 persen (Survei Status Gizi Balita Indonesia, 2019) menjadi 24,4 persen di tahun 2021 (SSGI, 2021).
Dibutuhkan intervensi spesifik untuk penanganan stunting. Mulai dari intervensi yang dilakukan sebelum bayi lahir, melalui remaja putri mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD), ibu hamil mengkonsumsi tablet TTD selama kehamilan, ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) mendapat tambahan asupan gizi.
Intervensi juga dilakukan setelah bayi lahir, melalui bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif. Kemudian, anak usia 6-23 bulan mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Balita dipantau pertumbuhan dan perkembangannya, balita gizi kurang mendapat tambahan asupan gizi, balita gizi buruk mendapat pelayanan tata laksana gizi buruk, balita memperoleh imunisasi dasar lengkap. (iby/dea)