
Menjelang Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga, Para Ahli Waris Gelar Pembuatan Minyak Jamas (Foto: Mintarta/KanalMuria)
DEMAK, KanalMuria – Ahli waris Sunan Kalijaga mengelar tradisi sakral pembuatan minyak jamas, Kamis (22/06). Tradisi tersebut digelar menjelang Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga yang akan dilaksanakan pada Hari Raya Iduladha 2023.
Lisah atau minyak jamas yang dihasilkan dari kelapa hijau pilihan ini, nantinya akan menjadi minyak inti yang akan di campurkan dengan bibit minyak yang lain. Seperti minyak cendana, kenanga, melati keraton dan sebagainya.
Minyak inti yang sudah di racik dengan berbagai minyak pilihan tersebut, nantinya digunakan untuk menjamasi Pusaka peninggalan kanjeng Sunan Kalijaga yang berupa Keris Kyai Carubuk dan Rompi Kutang Ontokusumo peninggalan Sunan Kalijaga.
Minyak inti ini juga dikenal dengan ‘Lisah Sepuh’ karena dalam proses pembuatannya dilakukan ibu-ibu ahli waris Sunan Kalijaga. Namun para perempuan yang membuat minyak sepuh ini haruslah sudah masa menapouse atau sudah tidak menstruasi.
Dalam proses pembuatan minyak jamas, atau Lisah Sepuh ini sangat sakral serta memiliki tradisi yang unik. Mulai dari awal pemilihan kelapa hingga mengolahnya menjadi minyak.
Trah Sunan Kalijaga, Roro Ayu Hermin yang masih tetesan nasab dari Kanjeng Sunan Kalijaga menjelaskan, pembuatan minyak dilakukan secara turun temurun dari para sesepuh terdahulu yang merupakan ahli waris Sunan Kalijaga.
“Kita mengikuti membuat minyak lisah sepuh itu tidak sembarangan atau asal asalan lantaran proses pembuatan minyak jamas yang sekarang ini,juga dari dulu mengikuti nasehat bapak saya yang pernah menjadi juru kunci,” kata Roro Ayu Hermin di sela-sela pembuatan minyak jamas di salah satu rumah Ahli Waris Suanan Kalijaga.
Dia menjelaskan, pembuatan Lisah Sepuh dilakukan secara tradisional dan prosesnya memiliki syarat-syarat khusus. Mulai dari pemilihan hari, harus perempuan yang sudah menopause dan ahli waris Sunan Kalijaga dan ibu-ibu yang membuat harus berjumlah ganjil .yang terdiri dari tuju orang dan melakukan haruslah menjalani puasa.
“Kenapa harus menjalani tirakat pusa dalam proses pembuatanya, karena orang yang sedang laku puasa itu cenderung meneb dan mengedepankan hati jika sedang mengerjakan sesuatu,sehingga minyak hasil olahan oramng yang sedang menjalani puasa,cenderung memiliki aura serta minyaknya bertuah,” ujarnya.
Prosesi awal pembuatan dimulai dengan bancaan atau slametan yang dilakukan keluarga besar Ahli Waris Sunan Kalijaga. Kemudian dilanjutkan dengan mengupas, dan memarut kelapa secara tradisional oleh 7 ibu-ibu yang ditunjuk dan dibantu para sentono sembari melantunkan sholawat Nabi Muhamad,yaitu Sholawat Nariyah.
Pada tahapan selanjutnya, santan perasan dari 9 kelapa hijau pilihan tersebut dimasak menggunakan wajan di atas tungku dan ddiaduk 7 ibu-ibu trah Sunan Kalijaga secara bergantdian sembari membaca doa khusus. Santan dimasak kurang lebih selama 3 jam hingga membentuk minyak lentik.
Hermin menambahkan, bahwa sisa – sisa bahan atau limbah pembuatan Lisah Sepuh akan dilarung dengan harapan mencegah hal – hal yang negatif saat prosesi penjamasan pusaka pada 10 Zduhijah nanti.
“Sisa-sisa pembuatan minyak jamas itu kita tidak buang sembarangan, kita larungkan, supaya kita membuang sengkolo-sengkolo saat penjamasan itu, sengkolo itu kejelekan – kejelekan jadi kita melakukan pencegahan,” terangnya.
Pada tahap selanjutnya, setelah santan membentuk minyak lentik kemuddian dari para pembuat minyak menyerahkan ke Ketua Lembaga Adat Kadilangu, Raden Agus Supriyanto.
Agus menjelaskan, bahwa minyak lentik sudah dibuat akan disimpan dan kemudian akan digunakan saat Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga nantinya.
“Di hari H nanti minyak itu dicampur dengan minyak melati, cendana, kenanga, dan sebagainya diram menjadi minyak jamas yang akan dibawa ke makam untuk menjamasi kedua pusaka milik Sunan Kalijaga, yaitu Kdia Carubuk dan Kotan Ontokusumo,” ungkapnya.
Dia menambahkan, bahwa tidak hanya proses pembuatan saja yang memiliki syarat khusus, melainkan juga pemilihan bahan kelapa. Untuk bahan pembuatan tahun ini mengambil kelapa hijau dari Bantul, Yogyakarta karena menemukan yang sesuai dengan kebutuhan di sana.
“Minyak Sepuh ini kita ambil khusus dari kelapa hijau ya. Diambil tidak dijatuhkan, manggulnya bahasa Jawa itu arah Timur Tenggara, memang harus seperti itu syaratnya, ganjil dan tidak boleh dijatuhkan, ddiambil langsung dibawa turun seperti itu, dan kelapa ini kita ambil dari daerah Bantul sana,” tegasnya. (sus/iby)