
Mengenal Group Rebana Banten Kauman Bintoro yang Berusia Setengah Abad (Foto: Dok Kominfo Demak)
DEMAK, KanalMuria – Grup Rebana Bantenan Kampung Kauman Bintoro merupakan group kesenian yang masih eksis hingga sekarang. Meskipun grup rebana ini sudah sering berganti anggotanya. Grup rebana yang didirikan era 50 han ini sering ditampilkan saat acara khusus atau peringatan hari besar Islam yang diselenggarakan Takmir Masjid Agung Demak.
Penampilan dan aksi rebana grup ini, memiliki ciri khas irama musik rebananya. Dengan menggunakan rebana atau terbang besar yang digantung di tiang terbuat dari kayu, dengan melantunkan syair sholawat dengan gaya lama.
Uniknya, para pemain rebana yang berjumlah 35 orang, didominasi oleh usia di atas 60 tahun. Namun mereka tetap semangat dalam memainkan rebana maupun melantukan sholawat.
Mengutip dari laman demakkab.gi.id, Abdul Wahab salah satu anggota asli warga kauman mengaku, sudah bergabung di rebana ini sejak tahun 1985. Dia menyampaikan, regu rebana sepuh ini sudah sering berganti pemain dikarenakan anggotanya sudah meninggal dunia dikarenakan usia.
“Dulu namanya Perkumpulan Rebana Kauman yang telah berdiri sejak tahun 1950. Dan telah disahkan kantor departemen P dan K Demak, kalau sekarang ya dindikbud pada bulan maret tahun 1979,” jelas Abdul Wahab, Kamis (02/02).
“Banyak anggota yang telah wafat, namun selalu ada penggantinya. Meskipun demikian irama rebana ini tidak berubah, dan tetap konsisten mempertahankan sejarah berdirinya rebana ini di era tahun 50an,” lanjut Abdul Wahab yang kini berusia 66 tahun.
Grup rebana kauman ini sering tampil pada acara khusus yang diselenggarakan oleh pemkab. Seperti iringan tumpeng sembilan saat grebeg besar, khaul Agung Kanjeng Sultan Fatah, atau saat kegiatan keagamaan dan menetima tamu kehormatan. Bahkan juga di rumah rumah warga yang punya hajat pernikahan atau khitan yang mendatangkan grub rebana ini.
Sementara anggota rebana lainya Hadziq mengatakan, saat ini sulit mencari penerus kesenian rebana Bantenan ini. Sebab sudah banyak alat musik yang lebih modern dan mudah untuk dimainkan. Oleh karena itu, anggota yang masih exist ini tetap setia berkarya dalam seni untuk masyarakat dan menjaga budaya.
“Anak-anak muda atau kaum milineal lebih senang memainkan rebana dan sholawatan modern. Dengan peralatan yang modern pula. Nah Jika khas bantenan ini tidak dilestarikan atau di pertahankan bisa punah dan hilang. Padahal ini salah satu media dakwah Islam lewat seni. Selain itu juga sebagai wahana untuk mengagungkan Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Dengan adanya rebana ini bacaan Maulidul Rasul lebih terasa jika didengarkan,” ungkap Hadziq. (tra/de)