Home » Mendengarkan Keresahan di Ruang Publik

Kanalmuria.com–PERGI dan sering bertemu orang suatu hal yang menyenangkan. Tetapi pergi membawa laptop dan sedikit keresahan adalah hal yang harus dilakukan, sesekali untuk mencari suasanya yang segar untuk pikiran.

Ruang publik adalah area ataupun tempat dimana suatu masyarakat atau komunitas dapat berkumpul untuk meraih tujuan yang sama dan berbagai cerita mengenai permasalahan baik pribadi maupun kelompok. Area ini dapat berupa ruang dalam dunia nyata (Real Space) ataupun dunia maya (Virtual Space). Wikipedia.

Di ruang public, setidaknya warung kopi atau yang lainnya mereka (pemiliknya) tentu akan menyediakan tempat ternyaman dari versinya sendiri. Setidaknya ada wifi yang digunakan untuk mengakses berbagai macam perilahan, dari mulai chatingan dengan teman, games dan lain sebagainya. Berbagai obrolan dan dialektika akan muncul di warung kopi atau tempat-tempat lainnya. Khususnya anak muda akan ada yang kelihatan menggebu-gebu saat mengobrol. Di ruang tersebut sangat kompleks dan banyak hal menarik untuk sesekali diamati sambil menghela napas.
Beberapa tahun lalu saya sering pergi untuk sesekali plesir sendirian.

Tujuannya tentu tak lain tak bukan untuk mendengarkan mereka berbicara dan mengamati berbagai ragam orang. Mengunjungi berbagai tempat pasar, warung kopi, perpustakaan dan, mungkin trotoar yang sering digunakan untuk mangkal para pengojek. Dari tempat-tempat tersebut saya menemui berbagai ragam keresahan dari masing-masing orang. Setidaknya mereka mengobrolkan hal tersebut dengan temannya.

Di lain waktu, saya sering ke warung kopi kota, motoran sendiri sambil menikmati berbagai hal yang sering saya jumpai di jalanan raya, yaitu tidak taatnya rambu-rambu lalu lintas. Di warung kopi kota sesekali saya mendengarkan obrolan mereka tentang sepasang remaja yang sedang membicarakan hubungan mereka, atau membicarakan masa depan, atau sedikit curhatan atas ketidak mampuan bekerja atau tuntutan keluarga yang bergitu rumit dengan alih-alih hidup yang lebih baik.

Mendengarkan keresahan tersebut saya menjadi lebih paham dan lebih berfikir atas kompleksnya kehidupan ini. Dan saya tidak berani untuk sesekali nimbrung dalam obrolan tersebut.
Selain di warung kopi, ada berbagai hal kompleks yang perlu dibicarakan juga. Pasar pun dan pedagang memiliki keresahan di benak masing-masing penjual dan pembeli. Sesekali saya mendengarkan mereka melakukan tawar menawar hingga menjadikan kondisi pasar geger dan ketidaknyaman orang-orang lain yang akan berbelanja.

Di lain kesempatan saya berkunjung ke trotoar tempat para pengojek, tempat menunggu penumpang. Saya tidak sengaja mendengarkan, mereka para pengojek sedang berbicara “penumpang kali ini sepi, anak saya baru sakit dan butuh perawatan yang intensif uang dari mana”.

Mereka menumpahkan isi hatinya kepada teman yang belum tentu bisa memberikan solusi dan hal tersebut bukan masalah yang sepele. Begitulah berbagai macam keresahan di ruang publik. Setiap orang memiliki keresahan masing-masing, tinggal bagaimana menyikapinya.

Kadang juga, ketika saya di rumah kalau tepat menemui jadwal posyandu bulanan di rumah, saya juga mendengarkan ibu-ibu yang sedang membicarakan keresahan balitanya masing-masing ada yang tidak mau makan, hingga deman tinggi di badan balitanya. Romantismenya ketika di rungan publik berbagai macan permasalahan mereka bicarakan.

Meminjam kalimat Pramoedya Ananta Toer “Hidup memang sederhana, yang hebat sungguh tafsiran-tafsirannya”. Untuk hidup sendiri cukup sederhana yang ruwet adalah pikiran masing-masing orang. Ada juga sebuah buku yang menarik berjudul “The Spirit In Man, Art, And Literature” bukunya Carl Gustav Jung yang diterjemahkan oleh Cep Subhan KM, kurang lebihnya ada sebuah kalimat seperti ini “psikolog dituntut untuk membuat dirinya sendiri akrab dengan berbagai macam subjek”.

Maka dari itu keresahan di setiap masing-masing orang perlu diolah dan dituntun ke arah yang lebih baik. Keresahan bukan untuk diratapi, bukan pula menyalahkan diri sendiri. Kita wajib mengapresiasi diri bahwa kita bisa sampai dititik ini sungguh sudah luar biasa. Kita harus berfikir positif hal yag lebih baik sedang menunggu (ambil hikmahnya).

Mengutip dari bukunya Edi AH Iyubenu “Ibu, Sedang Apa?”, buku novel bagus. Ada sebuah kalimat yang saya senang dan sampai sekarang saya mengingatnya “Ibu bilang, manusia tahu dan bisa apa nak?. Manusia hanya bisanya menjalani, yang penting sebisanya selesaikan di dunia ini; jika pun ada sisa perkaranya, hendaknya itu bukan tanggunganmu”.Kalimattersebut sangat getir untuk sesekali merefleksikan kehidupan ini. Memang manusia hanya bisa menjalani dan berdoa, adapun jika ada sebagian kekuranganya itu wajar.

Hal lain, kalau berbicara terkait keresahan maka tidak akan ada habisnya. Yang perlu dilatih ialah bagaimana mengolah keresahan sehingga tidak menimbulkan dampak negative bagi diri sendiri maupun orang lain.

Penulis:Ilham Wiji Pradana, pemerhati sastra di Kota Pati.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *