
Lebih Dekat dengan Warung Kopi Jinghai, yang Berjuluk Warkop Toleransi (Foto: Dok Kominfo Rembang)
REMBANG, KanalMuria – Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang memiliki beragam daya tarik. Tak hanya tentang keberagaman etnis, agama, seni budaya, sejarah tetapi sampai dengan kulinernya.
Ada salah satu warung kopi yang memiliki keunikan di Lasem, bernama warung kopi Jinghai. Tidak mewah, warungnya terbilang sederhana namun punya nilai yang tinggi.
Warung Jing Hai ini berada di pemukiman Pecinan di Desa Karangturi. Pelanggannya mulai dari warga Tionghoa, Jawa termasuk santri- santri dari berbagai pondok pesantren yang ada di Lasem.
Dari beragamnya background pelanggan, warung Jinghai dijuluki sebagai warung toleransi. Julukan yang menggambarkan bagaimana kerukunan dan kenyamanan ketika berkunjung ke sana.
Di pagi hari mulai buka pukul 04.00 WIB, warung Jinghai ini selalu ramai dari pelanggan bapak- bapak dan para pekerja. Di siang hari, saat jam istirahat kerja, warkop Jinghai ini juga bisa ditemui para karyawan yang sedang ngopi dan makan siang.
Warkop Jinghai ini mulai buka pukul 04.00 sampai 17.00 WIB. Khusus hari Kamis dan Minggu hanya buka setengah hari. Nama warung kopi sendiri diambil dari nama pemiliknya Jinghai. Laki-laki yang sudah berusia 51 tahun ini juga memiliki nama jawa Karjin.
“Kalau nama warung ini saya ambil dari nama saya aja Jinghai. Biar gampang dikenal, orang mencari tidak terlalu sulit,” ungkapnya, dikutip dari rembangkab.go.id.
Warung Jinghai ini meneruskan usaha dari ayahnya. Di sini pelanggannya beragam etnis dan agama, semuanya membaur. “Yang datang ke sini macem- macem, ya Cina, Jawa santri- santri juga banyak. Semua membaur jadi satu, sampai-sampai dapat julukan warung toleransi,” tuturnya.
Bicara menu, seperti warung- warung lainnya. Warung Jinghai menjual bermacam minuman sederhana seperti kopi, susu, jahe, teh, dan nasi, ketan.
Haris warga Desa Karangturi mengaku hampir tiap hari ngopi di warkop Jinghai. Dikatakan, pelanggan di sana dari berbagai kalangan. “Kalau di sini udah sama semua. Mau santri, Jawa, Tionghoa, nggak ada bedanya,” ungkapnya. (log/de)