
JAKARTA, Kanalmuria.com – Pola interaksi antar pelaku ekonomi, baik sebagai konsumen maupun faktor produksi, sudah keluar dari pakemnya. Dunia menuju new normal yang tidak lagi sama dengan yang kita kenal selama ini. Arus digitalisasi di dunia ekonomi dan keuangan mengubah perilaku agen ekonomi. Kini masyarakat semakin menuntut layanan keuangan yang serba cepat, murah, dan aman.
Meningkatnya Digitalisasi Di Bidang Ekonomi
Digitalisasi menjadi genre baru yang perlu kita pahami dan raih manfaatnya, tanpa kehilangan kewaspadaan sejengkalpun. Kini siapapun, laki-laki–perempuan, tua–muda, kaya–miskin, dengan atau tanpa rekening bank, memiliki akses yang sama ke dunia keuangan. Cukup dengan aplikasi dalam smartphone yang terhubung secara online. Maka tak dapat disangkal lagi semakin banyak orang melakukan transaksi pembayaran dengan menggunakan mobile banking atau QRIS.
Dikutip dari laman resmi Bank Indonesia, Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) adalah penyatuan berbagai macam QR. Yang berasal dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP), dengan menggunakan QR code. QRIS adalah standar kode QR yang dikembangkan oleh Bank Indonesia (BI) dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia. Fungsi QRIS adalah untuk memudahkan proses transaksi dengan QR code agar lebih cepat, dan terjaga keamanannya. Semua PJSP yang akan menggunakan QR code, pembayarannya wajib menerapkan QRIS.
Bahkan kini jika kita ingin setor atau tarik tunai tapi lupa bawa kartu ATM, tinggal scan QRIS, semua kebutuhan transaksi tunai bisa beres. Pengguna dapat melakukan transaksi penarikan maupun penyetoran dana dengan cara memindai kode QRIS di mesin ATM atau merchant QRIS dengan tarif yang lebih hemat dibandingkan dengan layanan reguler. Selain mudah penggunaannya, juga cepat dan efisien. Orang tidak perlu keluar rumah untuk mencari mesin ATM. Transaksi pembayaran dapat dilakukan di mana saja, di rumah, di pasar, hanya dengan menggunakan handphone di tangan saja. Sehingga transaksi menggunakan mesin ATM mulai berkurang penggunanya.
Menurunnya Jumlah ATM Sejumlah Bank-Bank Besar Di Indonesia
Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi pembayaran lewat kartu termasuk kartu ATM semakin menyusut. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM dan debet turun 5,41% secara tahunan year on year (yoy) menjadi Rp615,18 triliun per Mei 2024.
Penyusutan transaksi kartu ATM ini berbanding terbalik dengan transaksi digital perbankan. Tercatat, transaksi digital banking mencapai Rp5.570,49 triliun, naik 10,28% yoy. Kemudian, transaksi uang elektronik naik 35,24% yoy menjadi Rp92,79 triliun. Transaksi QRIS tumbuh 213,31% yoy pada Mei 2024. Jumlah pengguna QRIS mencapai 49,7 juta dengan jumlah merchant 32,25 juta. “Transaksi ekonomi keuangan digital tetap kuat didukung sistem pembayaran yang aman, lancar dan andal,” kata Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, dikutip Jumat (21/6/2024).
Selain menyusutnya transaksi via kartu ATM, jumlah ATM di perbankan juga kian berguguran. Berdasarkan data Surveillance Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah ATM, CDM, dan CRM di Indonesia pada akhir 2023 mencapai 91.412 unit. Jumlahnya menyusut 2.604 unit dalam setahun, atau dibandingkan akhir 2022 sebanyak 94.016 unit Adapun, dalam lima tahun terakhir telah terjadi penyusutan 12.227 unit di mana per akhir 2019 jumlah ATM, CDM, dan CRM masih mencapai 103.639 unit.
Ekonom Poltak Hotradero menyebut untuk ATM, keberadaannya memang kerap menjadi beban bagi perbankan hingga menyumbang peningkatan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Semakin tinggi rasio BOPO menunjukkan semakin tidak efisien bank dalam menjalankan usahanya. “Ya penurunan ATM ini sudah jadi kecenderungan global (karena biaya pemeliharaan, asuransi hingga sewanya mahal). Misal China itu ATM turun 150.000 hingga 200.000 per tahun. Ke depan pembayaran digital makin disukai,” paparnya.
Dia juga menuturkan bahwa dengan pembayaran yang beralih ke digital, membuat penggunaan uang kartal akan berkurang, dan kondisi ini didukung oleh bank sentral dunia. “Karena cash handling itu mahal,” imbuhnya. Poltak juga menuturkan kala transaksi menggunakan QRIS kian masif di kalangan masyarakat, hal itu akan berdampak pada penggunaan ATM yang makin tidak relevan.
Dalam laporan Surveillance Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), disebutkan jaringan kantor bank umum konvensional (BUK) di seluruh Indonesia tersisa 115.539 per triwulan IV-2023 atau berkurang 4.676 unit. Jaringan kantor terbanyak masih didominasi oleh terminal perbankan elektronik (ATM/CDM/CRM) sebanyak 91.412 unit. Jumlah itu menyusut 1.417 unit dari setahun sebelumnya 92.829 unit dari tiga bulan sebelumnya.
Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengatakan penyebab turunnya jumlah jaringan kantor bank dan ATM juga terjadi di negara lain. Penyebab dari fenomena ini dapat dilihat dari beragam sudut pandang, di antaranya fakta bahwa transaksi telah bergeser ke layanan digital (mobile banking dan aplikasi) yang mudah digunakan dan mudah diakses dari beragam tempat pilihan nasabah. Selanjutnya, ada biaya investasi dan perawatan mesin ATM relatif tinggi. Sedangkan dari sudut pandang nasabah, Arianto menyebut ada kebiasaan baru untuk menggunakan mobile banking dan mobile apps untuk transaksi keuangannya. “Penurunan jumlah mesin ATM di Indonesia merupakan fenomena yang kompleks dengan berbagai faktor yang mendasarinya. Baik dari sudut pandang bank maupun nasabah, terdapat alasan logis dan strategis di balik tren ini,” katanya.
Meski demikian, Arianto menekankan bahwa ATM masih tetap menjadi layanan penting bagi banyak nasabah. Terutama di daerah yang belum memiliki akses internet memadai. Oleh karena itu, ia mengatakan bank perlu terus berinovasi dan beradaptasi dengan kebutuhan nasabah, dengan tetap menyediakan layanan ATM yang aman, mudah diakses, dan memenuhi kebutuhan nasabah di era digital ini. “Pada saatnya nanti akan ditemukan kesetimbangan baru atas pengguna layanan digital penuh, ATM, dan gerai cabang fisik,” pungkas Arianto.
Berikut pergerakan jumlah ATM dari 5 bank dengan aset terbesar di Indonesia sebagaimana dikutip dari laporan tahunan 2023 :
- Bank Mandiri
Bank Mandiri mencatat penurunan jumlah ATM yang konsisten dalam lima tahun terakhir. Jumlah ATM Bank Mandiri berkurang dari 13.027 unit pada tahun 2022 menjadi 12.906 unit pada tahun 2023.
Tren penurunan ini terus terjadi sejak 2019 yang tercatat sebesar 18.291 unit, lalu menjadi 13.217 unit pada tahun 2020, dan 13.087 unit pada 2021. Sepanjang 2023, Bank Mandiri masih mengoperasikan 139 kantor cabang utama, 2.104 cabang pembantu, dan 7 kantor luar negeri.
- Bank Rakyat Indonesia
BRI juga mengalami penurunan signifikan dalam jumlah ATM. Pada tahun 2022 BRI memiliki 13.863 unit ATM, namun jumlah ini menurun menjadi 12.263 unit pada tahun 2023.
Penurunan ini pun terjadi setiap tahun, yaitu, dari 19.184 unit pada 2019, menjadi 16.880 unit pada tahun 2020, dan 14.463 unit pada tahun 2021. Selain itu, jaringan kantor BRI juga berkurang dari 8.218 pada tahun 2022 menjadi 7.764 pada tahun 2023.
- Bank Negara Indonesia
BNI juga mengalami penurunan dalam jumlah ATM dan transaksi ATM. Pada tahun 2023, BNI mengoperasikan 13.390 unit ATM, 1.781 outlet dan 185.697 agen branchless banking di Indonesia. Transaksi ATM di BNI tercatat menurun secara year on year (yoy). Transaksi di ATM BNI mencapai 1,19 miliar kali pada tahun 2023, turun 13,4% dari 1,37 miliar kali pada tahun 2022.
- Bank Tabungan Negara
Jumlah layanan ATM dan CRM BTN tercatat sekitar 2.117 unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Adapun dari jaringan kantor konvensionalnya, BTN mencatatkan pengurangan dari 739 pada tahun 2021 menjadi 528 pada tahun 2022. Meski demikian, jumlah ini kembali meningkat menjadi 631 di tahun 2023.
- Bank Central Asia
BCA menjadi pengecualian dalam tren penurunan ATM di antara bank besar lainnya. Jumlah ATM BCA justru meningkat dari 30.552 unit pada tahun 2022 menjadi 33.822 unit pada tahun 2023. Angka ini meningkat setiap tahun, yakni 20.069 unit pada 2019, 22.533 unit pada tahun 2020, 24.577 unit pada tahun 2021, dan 30.552 unit pada tahun 2022. Selain itu, BCA mengoperasikan 1.258 cabang dan ratusan ribu EDC (Electronic Data Capture). (VDP^)