Home » Kuasa Hukum Anifah Soroti Putusan Hakim: “Kalau Begitu, Semua Nasabah Bank Bisa Dipenjara”
IMG-20251017-WA0011

Pati (16/10) — Perkara dugaan penipuan investasi senilai Rp3,1 miliar dengan terdakwa Anifah binti Pirna akhirnya mencapai tahap putusan di Pengadilan Negeri Pati pada sidang ke-17. Sidang yang dipimpin oleh Budi Aryono, S.H., M.H. selaku Ketua Majelis, bersama Dian Herminasari, S.H., M.H. dan Wira Indra Bangsa, S.H., M.H., menghasilkan keputusan mengejutkan: perkara tersebut bukan penipuan, melainkan tindak pidana penggelapan.

Putusan tersebut ternyata tidak diambil secara bulat. Dua hakim, yakni Ketua Majelis dan Anggota Hakim I, menyatakan bahwa Anifah terbukti melakukan penggelapan karena tidak mampu mengembalikan dana investasi. Padahal kontrak kerjasama investasi antara pihak-pihak terkait belum berakhir atau belum jatuh tempo.

Berbeda dengan dua koleganya, Hakim Anggota II menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Ia menilai perkara ini tidak termasuk ranah pidana, melainkan sengketa perdata, mengingat adanya akta perjanjian notaris, cicilan pengembalian dana, serta jaminan berupa sertifikat tanah.

Menanggapi putusan itu, kuasa hukum terdakwa, Darsono, S.H., menyatakan kecewa dan menilai majelis hakim telah menyalahi logika hukum yang seharusnya. “Bagaimana mungkin seseorang dijadikan tersangka ketika masa perjanjian kerja samanya belum berakhir? Ini jelas menyalahi asas keadilan,” ujarnya tegas.

Darsono juga menyebut bahwa tim kuasa hukum sedang mempertimbangkan langkah banding, meskipun keputusan akhir akan ditentukan setelah berkonsultasi dengan kliennya. “Kami diberi waktu tujuh hari untuk pikir-pikir. Namun jika melihat dari sisi keadilan, arah kami lebih condong untuk banding,” jelasnya.

Dalam pernyataan yang lebih tajam, Darsono menyoroti ketidakkonsistenan logika hukum dalam putusan tersebut. Ia bahkan memberikan analogi yang menggugah nalar publik. “Kalau cara berpikir majelis hakim seperti itu, maka semua nasabah bank bisa dipenjara,” sindirnya. “Misalnya, seorang nasabah meminjam uang di bank untuk modal usaha, tapi dananya dipakai membeli mobil — apakah lantas dia harus dipidana? Padahal jelas ada perjanjian, cicilan, dan jaminan yang sah secara hukum.”

Darsono menilai, putusan yang mengabaikan keberadaan kontrak sah di hadapan notaris serta jaminan hukum akan menjadi preseden berbahaya bagi dunia usaha dan perbankan. “Ini bukan hanya soal nasib Anifah, tetapi soal logika hukum di negeri ini. Jika pemahaman seperti ini dibiarkan, batas antara hukum pidana dan perdata akan kabur,” tegasnya.

Meski putusan telah dijatuhkan, Darsono memastikan bahwa perjuangan hukum belum usai. Pihaknya akan menempuh langkah hukum berikutnya demi menegakkan keadilan bagi kliennya.

/Red.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *