Home » Jemput Rezeki, Pedagang Musiman Bertebaran Menjelang HUT Kemerdekaan RI
Jemput Rezeki, Pedagang Musiman Bertebaran Menjelang HUT Kemerdekaan RI

Jemput Rezeki, Pedagang Musiman Bertebaran Menjelang HUT Kemerdekaan RI (Foto: Dok Pemkab Magelang)

MAGELANG, KanalMuria – Menjelang Hari Ulang tahun (HUT) ke 78 Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) , sejumlah penjual bendera merah putih, backdrop, umbul-umbul mulai bermunculan di sepanjang jalan Kabupaten Magelang.

Para penjual itu adalah pedagang musiman yang memanfaatkan momen tahunan datangnya perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI. Mereka memajang barang dagangannya di pinggir-pinggir jalan tanpa tenda pelindung dari terik matahari.

Bila terik sudah tidak tertahankan, mereka berlindung di bawah barang dagangan yang dipajang, sekedar untuk mengurangi sengatan panas matahari.

Seorang pedagang yang bernama Ridwan, terlihat menggelar dagangannya di pinggir jalan di wilayah Kecamatan Bandongan sejak akhir Juli 2023.

“Tahun ini sudah masuk tahun ke-10 saya berjualan di wilayah Kabupaten Magelang. Kami berempat, bersama saudara dan teman teman,” jelas pria yang mengaku warga Kabupaten Garut, Jawa Barat itu, dikutip dari magelangkab.go.id.

Menurutnya, sesudah berjualan selama kurang lebih seminggu, hasilnya cukup untuk memenuhi konsumsi sehari-hari selama di Magelang.

“Walau begitu, pembeli tergolong masih sepi tidak seperti biasanya, tiap tanggal 25 Juli sudah ramai pembeli. Mungkin karena maraknya jual beli sistem online menjadi penyebab lesunya perniagaan,” ungkapnya.

Namun, sepinya perniagaan tidak membuatnya pesimis, karena saat ini belum sampai pada puncak keramaian penjualan yang biasanya terjadi pada 10 hari atau seminggu sebelum hari puncak perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia (RI).

Ridwan mengungkapkan, harga bendera merah putih, umbul-umbul dan lainnya dimulai dari harga yang paling murah Rp15.000 dan paling mahal hingga Rp350.000.

Ridwan berharap semoga jualannya selalu ramai dan pada puncak keramaian dapat mencapai omset yang sudah ditargetkan dan diinginkan.

Ridwan, ayah dua orang anak itu mengungkapkan, pedagang bendera mayoritas berasal dari Garut. Tidak hanya yang berdagang di Magelang. Tetapi yang berdagang hampir di semua kota besar seperti Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, dan sebagainya, juga orang Garut.

Lebih jauh, pria ini mengakui akan banyaknya barang dagangan yang dibawa. Tetapi semua itu bukan miliknya. Pemilik sesungguhnya adalah para pemodal yang biasa disebutnya sebagai juragan atau bandar.

“Saya mah, modal tenaga dan biaya angkut dari Garut sampai Magelang saja. Saya tidak punya uang untuk membeli barang sebanyak itu,” ungkapnya.

Tidak ada kesepakatan tertulis antara dirinya dengan pemodal. Semuanya berjalan atas dasar kepercayaan dan pengalaman kerja bersama selama bertahun-tahun.

“Sistemnya, nanti hasil penjualan saya setorkan semua ke Bandar kemudian bandar memberi bagian berdasar jenis barang yang terjual. Kalau bendera yang kecil seharga Rp15 ribu saya mendapat bagian Rp2.500. Yang tidak laku kembali ke bandar,” jelasnya.

Permasalan akomodasi dan konsumsi sesungguhnya juga bukan permasalahan sederhana dan membutuhkan biaya tidak sedikit karena para pedagang musiman itu harus berada di tempat yang jauh dalam waktu hampir sebulan.

Pengalaman bertahun-tahun sebagai pedagang musiman ternyata dapat memberi solusi dalam menghadapi persoalan. Termasuk persoalan akomodasi selama di rantau.

Bertahun-tahun di Magelang telah mempertemukannya dengan penolong yang mengantarnya terlepas dari jeratan masalah. “Kebetulan saya bertemu dengan anggota TNI yang selalu membantu menyediakan kamar untuk kami. Semua gratis untuk saya dan teman teman,” katanya. (jt/ok)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *