
Kunjungan tim pengabdian masyarakat USP ke UMKM sekitar
Kanalmuria.com – Transformasi digital tidak lagi pilihan, melainkan keniscayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia. Perubahan perilaku konsumen, percepatan teknologi, dan kompetisi lintas negara menempatkan UMKM pada tekanan yang belum pernah sebesar ini. Salah satu instrumen yang berpotensi mempercepat adaptasi adalah insentif fiskal dari pemerintah.
Dalam kajian ekonomi terapan, insentif fiskal melampaui sekadar pengurangan beban pajak. Ia mencakup penurunan tarif PPh Final UMKM, pembebasan bea masuk peralatan teknologi, subsidi bunga kredit, hingga pembebasan PPN untuk perangkat lunak dan perangkat keras tertentu. Secara strategis, kebijakan ini memberi ruang finansial bagi pelaku usaha untuk mengalokasikan modal ke investasi teknologi dan inovasi.
Bagi UMKM yang tengah beralih ke model bisnis digital, manfaatnya konkret. Misalnya, pembebasan PPN perangkat lunak dapat mengurangi biaya awal saat mengembangkan platform e-commerce atau mengadopsi sistem manajemen berbasis cloud. Penelitian menunjukkan, beban biaya awal adalah hambatan utama adopsi teknologi di sektor usaha kecil. Tanpa dukungan fiskal, banyak UMKM terpaksa menunda atau mengurangi skala digitalisasi mereka.
Persaingan digital bersifat tanpa batas geografis. Produk lokal kini bersaing langsung dengan produk impor di platform yang sama. Insentif fiskal berperan sebagai “penyetara peluang”, memungkinkan UMKM mengalokasikan dana untuk penguatan pemasaran digital, penggunaan analitik data pelanggan, dan peningkatan keamanan transaksi online—tiga faktor kunci dalam memenangkan pasar digital.
Dampak positifnya meluas ke tingkat makroekonomi. UMKM digital yang kompetitif mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja, memperluas pasar ekspor, serta meningkatkan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Integrasi UMKM dengan layanan fintech juga mempercepat inklusi keuangan, yang pada akhirnya memperkuat struktur ekonomi nasional.
Banyak UMKM tidak mengetahui keberadaan fasilitas fiskal ini atau tidak paham cara memanfaatkannya. Risiko salah sasaran juga muncul jika verifikasi penerima insentif lemah. Studi di berbagai negara menunjukkan, tanpa literasi fiskal dan digital yang memadai, kebijakan insentif sering kali gagal mencapai dampak optimal.
Kebijakan fiskal harus dibarengi pendampingan teknis, pelatihan manajemen keuangan digital, dan penguatan pemahaman hukum bisnis. Pendekatan ini menciptakan ekosistem UMKM digital yang tidak hanya kuat secara finansial, tetapi juga siap bersaing di pasar global.
Insentif fiskal bukanlah tujuan akhir, melainkan katalis. Jika dirancang berbasis bukti dan dikelola dengan akuntabilitas, ia dapat menjadi motor yang menggerakkan UMKM Indonesia melampaui sekadar bertahan, menuju posisi sebagai pemain aktif dan kompetitif dalam perdagangan internasional.
(Muhammad Fahrudin)