Home » Hadapi Kemarau, Masyarakat Diminta Bijak Gunakan Air dan Terapkan Pola Tanam Padi
Hadapi Kemarau, Masyarakat Diminta Bijak Gunakan Air dan Terapkan Pola Tanam Padi

Hadapi Kemarau, Masyarakat Diminta Bijak Gunakan Air dan Terapkan Pola Tanam Padi (Foto: Dok Diskominfo Sragen)

SRAGEN, KanalMuria – Saat ini Indonesia memasuki musim kemarau panjang. Fenomena El Nino mengakibatkan musim kemarau yang lebih panjang dari biasanya dan akan lebih kering dari tahun sebelumnya.

Prediksi dari Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan musim hujan akan dimulai Oktober akhir bahkan mungkin bisa saja di November.

Untuk itu, pemerintah mendorong daerah khususnya yang terdampak kekeringan melakukan gerakan pola tanam padi di musim tanam ketiga ini dengan sistem Padi-Padi-Palawija.

Hal itu disampaikan Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati usai menerima bantuan Rubuha (Rumah Burung Hantu) dari PT. Jasamarga Solo Ngawi (PT. JSN) di area persawahan Desa Kebonromo Kecamatan Ngrampal, Selasa (29/08).

“Pola tanam yang paling pas di musim ketiga tanam adalah palawija. Tapi sepertinya di Sragen masih ada sekitar 25.800 hektar yang masih ditanami padi. Ya seperti di Kebonromo ini. Sistemnya menjadi Padi-Padi-Padi,” terangnya.

Ia mengingatkan, akhir Oktober saluran irigasi dari Colo Timur akan ditutup dalam rangka pemeliharaan dan perawatan rutin setahun sekali yang dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS).

“Dengan penutupan aliran air dari Colo Timur, kita tidak akan mendapatkan air. Untuk itu kita mulai konsisten dengan musim tanam yang telah diinstruksikan baik itu oleh Gubernur, maupun Bupati melalui SK Gubernur dan SK Bupati. Yaitu dengan melakukan sistem Padi-Padi-Palawija. Hal itu dikarenakan sekarang kita kesulitan air,” tegas Bupati, dikutip dari sragenkab.go,id.

Ia memahami, di beberapa titik bahkan setiap sawah telah membuat sumur dalam. Namun tidak semua petani membuat sumur dalam sehingga yang diambil adalah air tanah permukaan. Yang mengakibatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari menjadi terganggu.

“Seperti wilayah perkotaan di rumah dinas kami, dari dulu tidak pernah kekurangan air, tapi karena kemungkinan beberapa sawah dan lainnya menggunakan sumur. Jika mereka menggunakan sumur dalam itu luar biasa. Tapi ternyata baru digali sudah disedot airnya akibatnya air untuk kebutuhan rumah tangga menjadi terganggu. Ini tentunya menjadi perhatian bersama,” ungkapnya.

Ia mengatakan pengajuan sumur dalam, harus izin melalui Provinsi. Pihaknya telah mencatat banyaknya jumlah sumur yang ada di setiap desa. Ia minta kepada seluruh pihak agar menggunakan air dengan bijaksana.

Dia menjelaskan, penggunaan air tanah secara terus menerus dalam skala besar akan menyebabkan penurunan permukaan tanah. Hal itu terjadi karena adanya ruang kosong di bawah tanah yang mengakibatkan amblesnya permukaan tanah.

“Sepanjang wilayah dari Sidoharjo menuju Tanon dapat kita lihat permukaan tanah sudah mulai turun. Karena memang penggunaan air sumur yang tidak diatur sedemikian rupa. Sehingga permukaan tanah turun dan beberapa titik telah ambles. Ini yang kita khawatirkan 10 hingga 20 tahun ke depan,” terangnya.

Ia mengatakan karena kekeringan, saat ini di utara bengawan (Singensumenar) telah ada permintaan pemenuhan air bersih. Ia bersyukur karena PDAM telah masuk di wilayah Kecamatan Tangen, sehingga mengurangi desa-desa yang kekeringan karena dialiri air PDAM. (jt/ok)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *