
Fasilitasi Perajin Rokok, Sentra Industri Hasil Tembakau di Kebumen Mulai Dibangun (Foto: Dok Pemkab Kebumen)
KEBUMEN, KanalMuria – Gedung Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT) di Lapangan Tumbakkeris, Desa/Kecamatan Petanahan mulai dibangun. Direncanakan, gedung ini bakal menjadi rumah bersama para pelaku industri rokok rumahan yang ada di Kecamatan Petanahan, mengingat daerah ini dikenal warganya banyak bekerja sebagai perajin rokok.
“Dengan adanya SIHT ini, 12 perajin rokok yang ada di Petanahan menjadi terintegrasi. Nantinya gedung ini menjadi rumah bersama bagi mereka untuk memproduksi rokok, sehingga sistem kerjanya, dan hasilnya bisa lebih baik,” ujar Bupati Kebumen, usai meletakan batu pertama pembangunan, pada Rabu (02/08).
Ini merupakan SIHT pertama yang dibangun dengan anggaran menggunakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) sebesar Rp 654 juta. Direncanakan, ada tujuh gedung yang nantinya akan dibangun. Namun, untuk tahap awal, tahun ini baru satu gedung yang dibangun.
SIHT dibangun di atas tanah milik pemerintah daerah dengan luas 5.000 meter atau setengah hektar. “Insya Allah bertahap akan kita bangun lagi, mengingat anggaran terbatas. Insya Allah akhir tahun selesai,” ujar Bupati, dikutip dari kebumenkab.go.id.
Bupati menyampaikan, bahwa SIHT bukan hanya bangunan kosong, tapi dengan peralatan produk pembuatan rokok, agar masyarakat bisa semakin terbantu. Yang menarik di sini dari 12 perajin rokok yang ada di Petanahan semua sudah memproduksi rokok legal.
“Jadi yang ditekankan di sini adalah, rokok-rokok yang diproduksi warga ini bukan rokok ilegal. Tapi sudah masuk bea cukai, pemerintah turut memfasilitasi pengurusan produk rokok mereka secara resmi,” terang Bupati.
Pada kesempatan tersebut, Bupati menyatakan bahwa Kebumen juga memiliki pabrik rokok di Gombong yang cukup besar. Di mana dalam satu tahun bisa memberikan masukan untuk negara sebesar Rp300 miliar.
Namun, Bupati menyayangkan pembagian hasilnya dari DBHCHT hanya terpaut sedikit dengan kabupaten lain. Di mana Kebumen mendapat Rp14 miliar per tahun, sedangkan kabupaten tetangga Rp12 miliar. Hanya selisih Rp2 miliar. Padahal kabupaten tersebut tidak punya pabrik rokok. “Saya nantinya akan memberikan surat kepada Bapak Gubernur tentang keluhan ini, agar bisa dipahami,” jelasnya. (jt/ok)