
Pati, 15 Oktober 2025 — Sidang lanjutan perkara dugaan penipuan investasi senilai Rp3,1 miliar dengan terdakwa Anifah binti Pirna kembali digelar di Pengadilan Negeri Pati. Dalam agenda pembacaan duplik, tim kuasa hukum dari kantor Darsono, S.H. & Rekan menyampaikan tanggapan atas replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacakan sehari sebelumnya. Pihak pembela menegaskan bahwa perkara ini bukan tindak pidana penipuan sebagaimana dakwaan, melainkan sengketa keperdataan yang berawal dari perjanjian investasi dengan dasar hukum yang sah.
Dalam dupliknya, tim pembela menjelaskan bahwa seluruh transaksi antara saksi Nur Wiyanti (NW) dan terdakwa dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis yang dituangkan dalam Akta Notaris Febya Chairun Nisa, S.H.. Mereka juga menyoroti fakta bahwa kerja sama tersebut melibatkan pihak lain, termasuk Puji Supriyani, yang menunjukkan bahwa hubungan hukum ini berjalan secara terbuka dan disertai itikad baik. Oleh karena itu, kegagalan pengembalian dana tidak dapat dikategorikan sebagai tindak penipuan, melainkan merupakan risiko yang lazim terjadi dalam hubungan investasi.
Kuasa hukum menilai bahwa unsur Pasal 378 KUHP mengenai penipuan tidak terpenuhi karena tidak terdapat unsur tipu muslihat yang mendahului perjanjian. Bukti berupa akta notaris dan adanya dua jaminan sertifikat tanah, salah satunya seluas satu hektar di Desa Sidomukti, kawasan industri, memperkuat bahwa perjanjian tersebut sah dan memiliki perlindungan hukum. Tim pembela juga mengacu pada hasil penelitian Badan Litbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung tahun 2012, yang menegaskan perbedaan mendasar antara wanprestasi dan penipuan dalam praktik hukum.
Usai persidangan, Darsono, S.H., menyampaikan bahwa sebagian dana investasi sebenarnya telah dikembalikan kepada pelapor.
> “Dari total investasi sebesar Rp3,1 miliar, sudah ada sekitar Rp1,2 miliar yang masuk sebagai bagi hasil usaha dan/atau pengembalian pokok investasi,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa keberadaan jaminan menjadi bukti adanya tanggung jawab dalam kerja sama tersebut.
> “Ada jaminan, bahkan dua sertifikat tanah, salah satunya seluas satu hektar di Desa Sidomukti, tepat di pinggir jalan raya kawasan industri,” tambahnya.
Lebih lanjut, Darsono menyebut bahwa langkah hukum terhadap kliennya dilakukan sebelum masa kontrak kerja sama berakhir.
> “Penetapan tersangka dilakukan ketika kontrak kerja sama sebenarnya belum jatuh tempo,” tegasnya.
Menutup duplik, pihak pembela memohon agar majelis hakim dapat menilai perkara ini dengan berpedoman pada prinsip keadilan yang sejati. Mereka menggambarkan proses hukum ini sebagai ujian bagi “timbangan Dewi Keadilan”, di mana keputusan hendaknya didasarkan pada keseimbangan antara fakta hukum, kejujuran, dan nurani.
/Red.