
Berpeluang Ekspor, Shuttlecoock Produksi Batang Jadi Rujukan Perajin dari Tegal (Foto: Dok MC Batang)
BATANG, KanalMuria – Industri shuttlecock di Indonesia makin menjamur, karena hampir di setiap daerah kini menjadi sentra produksi. Namun tidak semuanya mampu merambah pasar ekspor.
Melihat potensi ini, sentra produksi shuttlecock IND Shuttlecock Kabupaten Batang, yang telah mampu menembus pasar internasional, bersama Dinas Koperasi dan UKM Jawa Tengah berupaya menjembatani para perajin yang tergabung dalam Koperasi Shuttlecock Lawatan Sejahtera dari Kabupaten Tegal.
Hal ini bertujuan untuk mendapatkan pembelajaran langsung mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi hingga mencapai pangsa pasar internasional.
Analis Koperasi, Dinas Koperasi dan UKM Jawa Tengah, Riyan Fadhilah menyampaikan, IND Shuttlecock dipilih jadi salah satu rujukan karena produknya yang telah menjangkau pasar internasional. Sehingga para perajin dapat mengadopsi pola produksi hingga pemasaran.
“Respons mereka sangat positif, ditunjukkan lewat diskusi yang interaktif. Saya yakin ini bisa memicu semangat mereka supaya lebih meningkatkan kualitas produknya,” kata Riyan, saat mendampingi perajin shuttlecock, di pusat produksi IND Shuttlecock, Desa Padekaran, Kabupaten Batang, Rabu (06/09).
Pemilik IND Shuttlecock, Ahda Al Faizu menyampaikan, ada beberapa jenis shuttlecock yang berstandar nasional maupun internasional serta strategi pemasaran hingga mampu menembus pasar ekspor. “Nanti kami bantu mendapatkan konsumen termasuk bahan baku seperti bulu angsa yang sesuai standar internasional,” jelasnya.
Dalam waktu dekat, para perajin lokal ini akan dikenalkan dengan konsumen dari Negeri Jiran. “Kebutuhan pasar di sana sangat potensial, berkisar 12 ribu tabung, apalagi belum ada yang memproduksi. Jadi ini peluang besar dan langkah awal buat perajin shuttlecock dalam negeri, supaya dapat melebarkan jangkauan pasar hingga mancanegara,” ungkapnya, dikutip dari batangkab.go.id.
Salah satu anggota Koperasi Shuttlecock Lawatan Sejahtera dari Kabupaten Tegal, Ade mengatakan, selama ini pangsa pasar dan kapasitas produksi hanya untuk lingkup lokal.
“Sementara ini produksi kami baru 50-100 yang didistribusikan ke wilayah Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang dan Cirebon. Kendalanya bahan baku bulu yang cuma mengandalkan bahan lokal, jadi kualitasnya belum standar,” terangnya.
Melalui studi tiru ini, para pengrajin berharap agar ada sinergi yang terbangun, sehingga dapat membuka jaringan dalam memperoleh bahan baku sesuai standar hingga mampu menembus pasar ekspor. (jt/ion)