
Pati- Bupati Pati, Sudewo, berencana menata ulang jumlah tenaga honorer di RSUD RAA Soewondo.
Tindakan ini dilakukan karena jumlah pegawai non-ASN di rumah sakit tersebut dianggap terlalu banyak dan tidak sesuai dengan kebutuhan operasional yang ada.
Selain itu, Sudewo juga menyoroti proses penerimaan tenaga non-ASN yang dinilai kurang transparan selama ini.
Ia juga telah memberikan instruksi kepada Direktur RSUD RAA Soewondo, Rini Susilowati, agar segera melaksanakan rasionalisasi jumlah pegawai.
Sudewo menegaskan bahwa pengurangan tenaga honorer di RSUD RAA Soewondo perlu dilakukan karena jumlahnya yang dinilai berlebihan. “Banyak pegawai yang tidak memiliki pekerjaan atau tugas yang jelas,” katanya pada Sabtu (22/3/2025).
Ia menyebutkan, dari sekitar 500 tenaga honorer yang ada saat ini, seharusnya cukup hanya 200 orang saja.
Kebijakan pengurangan ini dipandang sebagai langkah penting untuk mengurangi beban keuangan rumah sakit yang tengah mengalami kesulitan serius.
Walaupun para honorer tersebut tidak menerima gaji langsung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), keberadaan mereka tetap menjadi beban finansial bagi rumah sakit.
Hal ini juga berdampak pada penurunan kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat.
“Pelayanan rumah sakit langsung terdampak. Contohnya, dari 10 ruang operasi yang tersedia, hanya tiga yang masih dapat digunakan karena tujuh lainnya rusak dan tidak ada anggaran untuk perbaikan,” jelas Sudewo.
Selain itu, ia juga menyoroti keadaan fasilitas rumah sakit yang dinilai belum maksimal.
Beberapa ruang perawatan pasien dan area tunggu terasa panas dan pengap karena tidak dilengkapi dengan pendingin ruangan. Sementara itu, pembangunan gedung rawat inap dan klinik baru juga tertunda akibat keterbatasan dana.
Sudewo juga menyoroti proses penerimaan tenaga honorer di RSUD RAA Soewondo yang menurutnya tidak mengikuti prosedur yang semestinya.
Ia mengatakan bahwa selama ini tidak pernah dilakukan uji kompetensi dalam rekrutmen pegawai honorer, sehingga jumlah tenaga kerja di rumah sakit tersebut tidak terkontrol.
“Rekrutmen pegawai honorer tidak berjalan sesuai aturan. Tidak ada proses seleksi, tidak ada tes, bahkan tanpa pengumuman resmi. Pegawai bisa diterima kapan saja, yang akhirnya membuat jumlahnya berlebihan dan menjadi beban bagi rumah sakit,” terangnya.
Sebagai langkah penyelesaian, Sudewo menegaskan bahwa pengurangan tenaga honorer akan dilaksanakan melalui proses seleksi yang objektif dan terbuka.
Hanya tenaga honorer yang berhasil melewati uji kompetensi dan sesuai dengan kebutuhan rumah sakit yang akan dipertahankan. /TIM