
Usulkan Kenaikan BPIH, Kemenag Beri Penjelasan (Foto: Dok Kemenag)
JAKARTA, KanalMuria – Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada 2023 sebesar Rp 514.888,02. Untuk tahun ini, rata-rata BPIH yang diusulkan adalah Rp98.893.909,11, meningkat dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp 98.379.021,09.
Atas peningkatan biaya yang harus dibayar jemaah, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief menjelaskan, karena perubahan skema prosentase komponen BPIH dan Nilai Manfaat (NM). Pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70 persen BPIH dan 30 persen NM.
“Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar NM yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia. Termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis,” kata Hilman Latief dikutip dari laman Kemenag, Sabtu (21/1).
Dia menyebut pemanfaatan dana NM dari 2010 hingga 2022 terus mengalami peningkatan. Pada 2010, NM dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jemaah hanya Rp 4,45 juta. Sedangkan BPIH yang harus dibayar jemaah sebesar Rp 30,05 juta. Komposisi NM hanya 13 persen sementara BPIH 87 persen
Pada perkembangannya, komposisi NM terus membesar menjadi 19 persen pada 2011 dan 2012, 25 persen pada 2013), dan 32 persen pada 2014. Angka itu kembali meningkat pada 2015, menjadi 39 persen, lalu pada 2016 menjadi 42 persen, 44 persen pada 2017, dan 49 persen pada 2018 dan 2019.
Hal itu terjadi karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya Masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022 (jemaah sudah melakukan pelunasan). Sehingga penggunaan dan NM naik menjadi 59 persen.
“Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak,” tegas Hilman.
Hilman mengungkapkan, NM bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Karenanya, NM adalah hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat.
“Mulai sekarang dan seterusnya, NM harus digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan. Tentu kami juga mendorong BPKH untuk terus meningkatkan investasinya baik di dalam maupun luar negeri pasca pandemi Covid-19 ini, sehingga kesediaan NM lebih tinggi lagi,” lanjutnya.
Hilman menyebut, jika komposisi BPIH dan NM masih tidak proporsional, maka NM akan cepat tergerus. Jika itu terjadi, dapat berdampak buruk untuk pembiaayaan haji jangka panjang.
“Jika komposisi BPIH 41 persen dan NM 59 persen dipertahankan, diperkirakan NM cepat habis. Padahal jamaah yang menunggu 5-10 tahun akan datang juga berhak atas NM,” imbuhnya
Karena itu, Menteri Agama (Menag) mengusulkan mengubah skema menjadi BPIH 70 persen dan NM 30 persen saat rapat kerja bersama Komisi VIII DPR. “Mungkin usulan ini tidak populer, tapi Pak Menteri melakukan ini demi melindungi hak NM seluruh jemaah haji sekaligus menjaga keberlanjutannya. Ini usulan pemerintah untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. Kita tunggu kesepakatannya, semoga menghasilkan komposisi paling ideal,” tegasnya. (iby)