Home » Perpusnas Dorong Penguatan SDM dengan Program TPBIS
Perpusnas Dorong Penguatan SDM dengan Program TPBIS

Perpusnas Dorong Penguatan SDM dengan Program TPBIS (Foto: Pixabay)

JAKARTA, KanalMuria – Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) tengah gencar menjalankan program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) dalam beberapa tahun terakhir. Transformasi itu dinilai penting untuk masyarakat, khususnya di wilayah pedesaan.

Program tersebut bertujuan agar perpustakaan tidak menjadi “menara gading, sehingga kehadiran dan manfaatnya harus dirasakan masyarakat. Salah satunya adalah mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kepala Perpusnas RI, Muhammad Syarif Bando mengatakan, transformasi perpustakaan digital bertujuan mempercepat terbentuknya manusia unggul dalam teknologi. Sehingga dapat memunculkan inovasi dan kreativitas baru.

Dia melanjutkan, program ini menargetkan masyarakat termarjinalkan. Sebagai contoh, masyarakat di daerah kumuh, miskin, petani kecil, petambak kecil, buruh, pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), hingga ibu-ibu rumah tangga.

“Melalui program ini, masyarakat diberi pelatihan untuk meningkatkan skill melalui buku-buku terapan yang ada di perpustakaan,” jelas Syarif dalam keterangannya, Sabtu (17/12).

Dia menilai, pelatihan dan peningkatan skill untuk masyarakat termarjinalkan merupakan hal penting. Sebab, mereka selama ini miskin karena empat hal.

Pertama, Syarif menyebut, penguasaan ilmu pengetahuan yang kurang. Selanjutnya inovasi dan kreativitas yang mimin.

Ketiga, akses terhadap permodalan yang kurang. Dan terakhir, kultur masyarakat yang lebih banyak bertutur dibanding membaca.

Sementara untuk akses permodalan, dia mengungkapkan, Pemerintah sebenarnya telah menyiapkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sangat besar. Tapi, saat masyarakat tidak mempunyai skill untuk memproduksi barang dan jasa, KUR tersebut tidak terserap maksimal.

Karena itu Syarif menekankan peningkatan skill masyarakat ini sangat penting. Berdasarkan persoalan tersebut, pihaknya bergerak di bidang sebagai penyedia buku-buku ilmu terapan.

Perpusnas berharap, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dapat berkolaborasi dalam peningkatan skill masyarakat melalui buku-buku ilmu terapan yang disediakan perpustakaan. “Sehigga masyarakat bisa dengan mudah menciptakan barang dan jasa,” lanjutnya.

Dalam pelaksanaan Program TPBIS ini, Syarif mengaku pihaknya tidak pernah memandu masyarakat untuk memilih keahlian tertentu. Perpustakaan justru menyesuaikan pilihan ekonomi masyarakat yang dikehendaki sesuai dengan potensi yang ada.

“Kami akan berkontribusi untuk mengoptimalkan dengan seluruh kemampuan untuk memfasilitasi sumber informasi yang relevan,” ujar Syarif.

TPBIS yang dijalankan di perpustakaan tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga desa/kelurahan dinilai efektif dan manfaatnya dirasakan masyarakat. Program tersebut merupakan pendekatan pelayanan perpustakaan yang berkomitmen meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat pengguna perpustakaan.

Dari tahun 2018 hingga 2022, TBIS telah melakukan pendampingan kepada 34 provinsi, 399 kabupaten/kota, dan 3.535 desa/kelurahan. Lalu, melaksanakan bimbingan teknis kepada 1.804 staf perpustakaan daerah dan 2.196 pengelola perpustakaan desa, serta melatih 79 master trainer dan 415 fasilitator daerah.

Selain aspek pengembangan mutu sumber daya manusia, aspek bantuan fisik juga turut dikembangkan. Seperti bantuan koleksi siap pakai, rak buku, dan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Dalam empat tahun pelaksanaannya, program TPBIS telah menyentuh sebanyak 2.133.918 anggota masyarakat yang mengikuti 85.776 kegiatan pelibatan masyarakat di perpustakaan. Data tersebut membuktikan animo masyarakat yang besar akan program tersebut.

Artinya sudah banyak masyarakat yang merasakan manfaat positif program ini dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan mereka. Menurut Syarif, Indonesia mempunyai sumber daya alam melimpah, tapi belum terkelola optimal.

Karena itu masyarakat perlu dibekali inovasi dan kreativitas serta aksesibilitas digital untuk meningkatkan pengetahuannya. Sebab, seiring waktu, peran perpustakaan tidak sebatas mengelola koleksi buku.

Kini paradigma perpustakaan sudah berubah, yaitu dengan mengedepankan transfer pengetahuan (transfer knowledge) kepada masyarakat. Syarif menjelaskan, pihaknya membangun paradigma yang dengan 10 persen mengelola koleksi, 20 persen pengelolaan knowledge, dan 70 persen transfer knowledge.

Penerapan 70 persen transfer knowledge ini sangat penting. Seperti yang dikatakan UNESCO, pembelajaran terakhir bagi semua orang yang tidak lagi di berada di pendidikan formal adalah perpustakaan.

“Jadi, untuk masyarakat pedesaan, yang rata-rata itu 90 persennya tidak menempuh pendidikan di perguruan tinggi, bisa meningkatkan skill dan kemampuannya dengan datang per perpustakaan,” imbuh Syarif. (iby/syn)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *