
Pati – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati tengah mempersiapkan kebijakan penggabungan atau regrouping terhadap lebih dari seratus Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang dinilai memiliki jumlah siswa rendah dan keterbatasan sarana prasarana. Kebijakan ini direncanakan akan mulai diberlakukan pada tahun ajaran baru 2025/2026, dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan kualitas pembelajaran di tingkat pendidikan dasar.
Bupati Pati, Sudewo, menyatakan bahwa langkah regrouping ini tidak akan diterapkan secara menyeluruh. Sekolah-sekolah yang berada di wilayah terpencil dikecualikan dari kebijakan tersebut, meskipun memiliki jumlah siswa yang sedikit. Menurutnya, mempertahankan keberadaan sekolah di wilayah pelosok adalah bentuk komitmen Pemkab Pati dalam menjamin akses pendidikan yang merata.
“Tidak semua SD kami lakukan regrouping. Bila sekolah tersebut kondisinya terpencil, tetap kami pertahankan meskipun muridnya sedikit. Karena kasihan mereka bila menempuh perjalanan jauh,” tegas Bupati Sudewo dalam keterangannya kepada awak media.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pati, terdapat sebanyak 138 SD yang tersebar di 21 kecamatan yang akan terdampak oleh kebijakan regrouping ini. Persiapan implementasi program disebut telah mencapai 90 persen, dan hanya tinggal menunggu penandatanganan surat keputusan (SK) dari Bupati untuk diberlakukan secara resmi.
Sudewo menjelaskan bahwa terdapat tiga kriteria utama yang menjadi dasar penggabungan sekolah. Ketiga kriteria tersebut adalah jumlah siswa kurang dari 120 orang, lokasi sekolah yang berdekatan dengan SD lain, dan kondisi sarana serta prasarana yang tidak memadai. Sekolah yang memenuhi ketiga kriteria ini akan menjadi prioritas dalam pelaksanaan regrouping.
Dengan langkah ini, Pemkab Pati berharap dapat mendorong peningkatan kualitas pendidikan melalui manajemen yang lebih efisien, distribusi tenaga pendidik yang optimal, dan pemanfaatan fasilitas sekolah secara maksimal. Kebijakan ini juga diharapkan tetap berpihak pada kepentingan peserta didik di wilayah terpencil yang membutuhkan perlindungan akses pendidikan dasar. /TIM