
Jajaran Komisaris KAI: Tidak Ada Toleransi Terkait Oknum Pegawai KAI Terduga Teroris di Bekasi (Foto: Istimewa)
JAKARTA, KanalMuria – Jajaran Komisaris PT Kereta Api Indonesia atau KAI menyatakan sikap terkait kejadian yang baru-baru ini terjadi. Pernyataan sikap ini terkait adanya penangkapan karyawan KAI berinisial DE oleh Densus 88 yang menjadi terduga teroris di Bekasi.
Berikut tujuh sikap Dewan Komisaris KAI terkait hal tersebut yang disampaikan oleh Komisaris Utama KAI, Said Aqil Siroj. Pertama, sebagai salah satu perusahaan BUMN, PT KAI, tidak akan mentoleransi (menyerahkan proses hukum) terhadap salah satu oknum karyawan terduga teroris di Bekasi.
“Sebagai Komut, saya memastikan PT KAI dikelola oleh Insan-insan KAI dengan sipirit keagamaan yang toleran, moderat dan mengimplementasi ‘AKHLAK’ sebagai nilai utama perusahaan, sebagai pedoman perilaku (individu) dan bermasyarakat,” kata Said Aqil Sirojm melalui keterangan tertulisnya, Selasa (15/08) .
Komut mengatakan, secara korporasi PT KAI dikelola oleh tenaga-tenaga profesional, memberi pelayanan terbaik pada masyarakat, budaya safety and security yang terukur, karenanya KAI, salah satu BUMN berkinerja sangat baik.
Sikap kedua, penangkapan Densus 88 Antiteror Polri terhadap ‘oknum karyawan PT KAI’ di Bekasi, memberi pesan serius bahwa kelompok, paham dan praktik teroris ini nyata dan dekat dengan lingkungan kita. “Peringatan keras ini harus dijadikan alarm sekaligus momentum untuk bersih-bersih,” tegas Komut.
Terlebih, lanjutnya, infiltrasi atau penyusupan ke berbagai lembaga, ditengarai sudah menjadi strategi kelompok teroris, apakah Jama’ah Islamiyah (JI), Jama’ah Anshoru Daulah (JAD), secara jelas dalam berbagai jejak dan pengungkapan oleh Densus 88, terafiliasi dengan ISIS.
Sikap ketiga, PT KAI akan bekerja lebih kuat lagi dengan BNPT, Densus 88 dan menyerahkan proses hukum terhadap karyawan berinsial DE, terduga teroris. Kemudian sikap keempat, sebagai upaya untuk menangkal infiltrasi paham teroris, KAI yang telah bekerja sama dengan BNPT sejak 2021 akan memperkuat kembali “Sinergitas Pencegahan Paham Radikal Terorisme” melalui program-program yang edukatif dan menjangkau seluruh leveling karyawan.
Selanjutnya, sikap kelima, bahwa Informasi tentang terorisme harus diketahui oleh masyarakat. Karena, gerakan terorisme merupakan ancaman kejahatan sistemik yang dilaksanakan secara terstruktur dan terencana.
“Gerakan terorisme bergulir seiring dengan perkembangan zaman, baik dilakukan oleh individu maupun kelompok teroris dengan cara gerakan secara transparan ataupun senyap,” lanjutnya.
“Berikutnya sikap keenam, pengalaman memimpin PBNU, hampir 11 tahun, di antaranya dalam menangkal radikalisasi beragama (cikal bakal menjadi teroris) maupun membangun diskursus keagamaan dengan lebih moderat dan toleran, masih relevan untuk saya sampaikan,” lanjut Kiai Said.
Untuk itu, Komut mengajak jika benar-benar sepakat, benar-benar satu barisan ingin menghabisi jaringan terorisme, maka benihnya yang harus dihadapi. Karena benihnya sebagai pintu masuk yang harus ditangkal dan menutup ruangnya. Benih itu, di antaranya adalah ‘gerakan salafisme-wahhabisme’. Gerakan ini merupakan cikal bakal lahirnya radikalisme agama hingga pintu masuknya terorisme.
“Gerakan tersebut mempunyai misi besar, yaitu melaksanakan jihad khilafah islamiyah dan menginginkan Indonesia sebagai negara Islam yang bersyariat. Tentu ini tidak sesuai dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa Indonesia dalam merajut keberagaman dari segmentasi agama, budaya, ras, suku dan Bahasa,” tegasnya. (ion/soe)