
Jurnalis Kasamea.com, LM Irfan Mihzan menjadi korban penikaman orang tak dikenal (OTK) pada Sabtu (22/07) pagi (Foto: Dok IJTI Sultra)
BAUBAU, KanalMuria – Polres Baubau didesak Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk segera menangkap pelaku penikaman LM Irfan Mihzan, jurnalis media online, Kasamea.com. Korban ditikam orang tak dikenal (OTK) di depan rumahnya di Kota Baubau, pada Sabtu (22/07) pagi setelah memberitakan kasus dugaan korupsi proyek bandara kargo di Kabupaten Buton Selatan, Sultra.
Sebelum ditikam, Irfan sempat mendapatkan intimidasi dari pejabat Dinas PU Busel. Meski begitu, IJTI Sultra belum bisa memastikan, ihwal penikaman tersebut berkaitan atau tidak dengan karya jurnalistik Irfan.
Ketua IJTI Sultra menilai, penikaman terhadap jurnalis karena pemberitaannya merupakan ancaman nyata kemerdekaan pers dan penghinaan terhadap nilai demokrasi Indonesia. Sebab, kerja-kerja jurnalistik dijamin konstitusi sebagai termaktub dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Sehingga, jurnalis tidak boleh diintimidasi, diteror dan bahkan menjadi target kekerasan karena pemberitaan. Jika keberatan dengan pemberitaan, maka bisa menempuh mekanisme hak jawab dan atau mengadu ke Dewan Pers,” kata Saharuddin.
Karena itu, IJTI Sultra mengecam penikaman terhadap LM Irfan Mihzan. IJTI Sultra juga mendesak aparat penegak hukum untuk segera mencari, menangkap dan mengadili pelaku penikaman terhadap Irfan.
Selain itu, Polres Baubau diminta agar segera mengungkap aktor intelektual di balik penikaman Irfan. Sebab, sebelum ditikam, Irfan sempat mendapatkan ancaman dan intimidasi dari seorang pejabat Dinas PU Busel berinisial D melalui pesan WhatsApp, pada 5 Juli 2023 lalu.
Pejabat tersebut meminta Irfan untuk berhati-hati, mengingat anak dan istrinya setelah dikirimi link berita soal dugaan korupsi proyek bandara kargo.
Koordinator Divisi Hukum dan Advokasi IJTI Sultra, Fadli Aksar menegaskan, bagi siapapun yang dengan sengaja menghalangi wartawan menjalankan tugasnya dalam mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi dapat dikenakan pidana.
Ketentuan diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. “Ancamannya bisa dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda Rp 500 juta,” lanjutnya.
Fadli Aksar juga mengingatkan kepada seluruh jurnalis, agar selalu mematuhi kode etik jurnalistik dan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dalam setiap pemberitaan.
“Selanjutnya, kepada siapapun yang merasa keberatan dengan kerja-kerja jurnalistik, agar menempuh mekanisme yang diatur Dewan Pers, yakni hak jawab dan atau mengadu ke Dewan Pers,” imbuh Fadli. (han/iby)