
Puluhan petani di Kecamatan Sawangan antusias mengikuti pelatihan pembuatan Biosaka yang digelar Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Magelang, Jumat (19/05). (Foto: Dok Pemkab Magelang)
MAGELANG, KanalMuria – Para petani di lereng Gunung Merbabu mendapat pelatihan membuat biosaka dari Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Magelang.
Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura pada Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Magelang Ade Srikuncoro Kusumaningtyas mengungkapkan, pelatihan biosaka ini merupakan salah satu upaya antisipasi gagal panen akibat perubahan iklim El Nino yang terjadi saat ini.
Perubahan musim kata Ade, berdasar informasi dari BMKG, El nino adalah musim kering yang akan terjadi di bulan Juni, Juli, Agustus. Maka sebagai antisipasinya Distan Pangan segera melakukan gerakan biosaka untuk petani. Salah satunya Pelatihan di Lumbung Pangan Masyarakat Gapoktan Gondoarum Desa Gondowangi Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang, Jumat (19/05) sore.
“Karena ini dampak el nino yang kemudian salah satu satunya di Kecamatan Sawangan ini. Para petani bersama-sama untuk melaksanakan praktek pembuatan biosaka,” ungkapnya, dikutip dari magelangkab.go.id.
Biosaka terdiri dari suku kata Bio dan Saka, Bio singkatan dari Biologi, dan Saka singkatan dari Soko Alam kembali ke Alam atau dari Alam Kembali ke Alam. Forumula biosaka adalah sebuah inovasi pertanian organik yang terbentuk sebagai bio-teknologi yang dibuat dari dedaunan termasuk rerumputan yang tersedia melimpah di alam.
Biosaka kali pertama dikenalkan oleh seorang petani asal Blitar, Jawa Timur, bernama Muhammad Ansar tahun 2006 dan di Kabupaten Magelang penggunaan biosaka tersebar di Kecamatan Grabag Kajoran Salaman Secang, Muntilan, dan Salam.
Ade menjelaskan, penggunaan Biosaka sangat baik untuk tanaman dan menguntungkan bagi petani karena bisa mengurangi penggunaan Pupuk dan Pestisida kimia hampir mencapai 50 persen. Namun demikian, banyak pihak yang meragukan akan kandungan dan kelebihan penggunaan Biosaka tersebut.
“Jadi beberapa kecamatan di Kabupaten Magelang sudah mengaplikasikannya, tapi belum membumi. Ini yang menjadi PR kami di Dinas Pertanian untuk bisa memberikan praktek serta aplikasi secara langsung di lapangan keseluruh desa bahkan semua kelompok yang ada di Kabupaten Magelang,” kata Ade.
Untuk diketahui, Biosaka dibuat melalui metode peremasan menggunakan tangan tanpa melalui proses fermentasi dan tanpa bantuan mikroba, juga dapat langsung digunakan sesaat setelah dibuat. Bahan baku utama pembuatan biosaka adalah dedaunan dan rerumputan yang tumbuh di lingkungan sekitar.
Secara kandungan unsur hara jauh lebih tinggi dibandingankan dengan bahan organik lain sekalipun seperti kotoran hewan ataupun pupuk organik dari bahan lain yang dibuat dengan bantuan mikroba dalam proses pematangannya.
Selain itu, metode yang digunakan pun tidak scientific, hanya menggunakan remasan tangan, yang mana kualitas remasan setiap orang berbeda-beda, sulit untuk distandarkan.
Sementara itu salah satu petani Aris Sugiyanto, Dusun Kalirejo, Desa Gondowangi, Kecamatan Sawangan mengungkapkan dirinya pertama kali menggunakan biosaka pada tanaman cabai dan padi seluas 1.170 m2.
Menurutnya selain bisa menghemat biaya, hasil panen tanaman juga lebih bagus dari pada menggunakan pupuk kimia. Ia mengetahui khasiat biosaka dari pelatihan Dinas Pertanian Kabupaten Magelang.
“Berawal dari tanaman cabai bermasalah yang diserang hama hingga mati, kita ikut pelatihan. Awalnya tidak percaya, tapi setelah mencoba hasilnya lebih baik tanaman juga lebih sehat,” tutur Aris. (jt/ion)