
Dokter spesalis anak RSUD Simo, dr. Lusia Putri Wijayanti, memberikan edukasi kesehatan mengenai TBC pada anak, Jumat (24/03) (Foto: Dok Dinkominfo Boyolali)
BOYOLALI, KanalMuria – Dalam rangka memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia atau Hari TBC Sedunia, RSUD Simo, Boyolali, menggelar kegiatan edukasi kesehatan ke seluruh masyarakat di sekitar rumah sakit, Jumat (24/03).
Dokter spesialis anak RSUD Simo, dr. Lusia Putri Wijayanti, yang juga sebagai anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Surakarta, mengatakan, untuk materi edukasi kesehatan pada peringatan Hari TBC Sedunia kali ini adalah mengenai TBC pada anak.
“Gejala TBC di anak itu banyak, biasanya yang sering kami dapati adalah demam lebih dari dua minggu, batuk lebih dari dua minggu, berat badan sulit naik, kadang ada benjolan di leher maupun di tulang. Gejalanya nggak spesifik seperti batuk pilek, tapi biasanya gejalanya banyak, jadi perlu diperiksa oleh dokter,” kata Lusia, dikutip dari boyolalikab.go.id.
Lusia mengatakan, ada beberapa langkah untuk pencegahan TBC, salah satunya bisa dengan pemberian imunisasi BCG. Namun imunisasi ini tidak memberikan proteksi 100 persen tapi hanya untuk mengurangi TBC yang berat seperti TBC otak.
“Di anak-anak sendiri cukup sering untuk TBC. TBC di anak sering di dapat karena adanya kontak dari TBC dewasa yang sudah terkena TBC. Jadi di anak sendiri nggak akan menularkan sesama anak kecil tapi didapat dari TBC dewasa,” ujarnya.
Lusia menjelaskan, pihaknya tak mengetahui secara pasti jumlah total anak penderita TBC di Boyolali. Namun untuk pasien anak yang kontrol untuk mengambil obat di RSUD Simo rata-rata ada satu orang anak per hari.
“Kalau penegakan diagnosis kadang sebulan bisa dua sampai lima pasien ada. Namun kategorinya ringan. Kalau berat kita jarang dapat,” ujarnya.
Melalui Hari TBC Sedunia pihaknya mengimbau masyarakat untuk bersama-sama mengeliminasi zero TBC. TBC walaupun penyakit yang bisa disembuhkan tapi dapat menimbulkan kecacatan bahkan kematian. Termasuk bisa menimbulkan stunting pada anak.
“Jadi jika misalnya ada TBC dewasa kita perlu skrining untuk anak-anak kecil di bawah balita, sebab ada risiko tertular TBC. Target di Indonesia tahun 2050 zero TBC baik dewasa maupun anak-anak, kalau untuk eliminasi tahun 2030,” imbuhnya. (jt/ok)