
Warga Desa Bagor Miri Olah Limbah Kulit Pisang Jadi Keripik (Foto: Dok Diskominfo Sragen)
SRAGEN, KanalMuria – Berawal dari banyaknya limbah sampah kulit pisang yang membuat tidak nyaman, Sukir, 45, Warga Dukuh Bagor RT 09, Desa Bagor, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen malah mengkreasikannya menjadi camilan atau makanan ringan yang lezat.
Proses pengolahan keripik kulit pisang yang cukup mudah dan juga cara pemasarannya yang tidak sulit menjadikan usaha keripik kulit pisang (kupis) ini bisa dilakukan oleh siapapun.
Sukir bersama sang istri, Siti Nurlaila, 38, merupakan sepasang suami istri yang menciptakan ide kulit pisang menjadi olahan keripik kupis dengan merek “Cap Jempol”. Ide ini tercipta baru bulan Januari 2023 lalu.
“Karena di Desa kami ada program Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Terus saya kepikiran untuk mencari ide produk makanan yang kiranya nanti bisa menjadi makanan khas atau unggulan di desa kami,” jelas Sukir, dikutip dari sragenkab.go.id.
Dia mengaku terpikirkan mengolah kulit pisang menjadi keripik dengan harapan bisa menjadi makanan ciri khas Desa Bagor sebagai desa penyangga pariwisata khususnya di kawasan New Kemukus, Sumberlawang dan Agrowisata Sejahtera Mandiri, Miri.
Limbah kupis (kulit pisang) diambil Sukir dari usaha milik temannya yang memproduksi keripik pisang. “Jadi teman saya yang membuat keripik pisangnya, kami ambil limbah kulit pisangnya,” lanjutnya.
Setiap harinya, Sukir yang dibantu sang istri untuk sementara bisa memproduksi 5 – 7 kilogram kupis pisang dengan jenis pisang raja nangka, pisang kepok dan pisang kepit kuning.
Cara pengolahannya pun cukup mudah, yakni kupis dicuci bersih terlebih dahulu, lalu rendam dengan garam dan kapur siri selama 2 jam untuk menghilangkan getahnya. Setelah dicuci, lalu dikukus selama 30 menit – 1 jam.
“Kemudian setelah dikukus ditiriskan dan cuci lagi, lanjut diiris–iris menjadi keripik. Barulah dicampur bumbu dan tepung, lalu digoreng,” kata Sukir.
Dia menambahkan, untuk varian rasa sementara ada original, pedas dan manis. Untuk harga, mulai Rp 1.000 per kemasan paling kecil. Sedangkan Rp. 5.000 per kemasan 50 gram dan Rp 8.000 sampai Rp 10.000 untuk kemasan 100 gram. Sampai saat ini mereka mampu meraih omzet Rp 100.000 sampai Rp. 300.000 per harinya.
“Kalau kemasan yang Rp 1.000 dijual di warung–warung terdekat di Desa Bagor, Brojol, Soko. Tapi, kalau yang kemasan 50 gram dan 100 gram sementara hanya di Wisata New Kemukus, Sumberlawang dan Agrowisata Mandiri Sejahtera, Miri. Karena izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) masih proses,” ungkapnya. (jt/ok)